Friday, 16 December 2016

Kepemimpinan Era Reformasi



BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistem Pemerintahan Pada Masa Reformasi
Indonesia memasuki era reformasi. Dimana bangsa Indonesia ingin dan bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu perlu disusun pemerintahan berdasarkan konstitusi (konstitusional). Yang bercirikan sebagai berikut :
• Adanya pembatasan kekuasaan ekskutif.
• Jaminan atas hak – hak asasi manusia dan warga Negara.
Pokok – pokok sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut :
• Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah Negara terbagi menjadi
   beberapa provinsi.
• Bentuk pemerintahan adalah Republik.
• Sistem pemerintahan adalah presidensial.
• Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.
• Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
• Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu DPR dan DPD.
• Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung dan badan peradilan di bawahnya.
Sistem pemerintahan ini pada dasarnya masih menganut sitem presidensial. Hal ini terbukti dengan presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab terhadap parlemen.
Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut :
• Presiden sewaktu – waktu dapat diberhentikan MPR atas usul dan pertimbangan dari DPR.
• Presiden dalam mengangkat pejabat Negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang – undang dan hak budget (anggaran).
Dengan demikian, ada perubahan – perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan presiden secara langsung, sistem bicameral, mekanisme check and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
            Sedangkan untuk susunan lembaga Negara RI pada masa reformasi yang dijalankan adalah setelah amandemen
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9EAYgA9xcmwHDm2Y2SPcSiDXuYYjcYYAq-J63i-Fgvmae7UIUlpqsKbeON8x3-EBme7qVvWc7xxyChtbi9d_hJn0EwgK5DP8h9ixThj7_2zmVjIkxpIozTXDWfOzWzDhh0KclZgEoK0F8/s1600/STRUKTUR-LEMBAGA-NEGARA-SEBELUM-DAN-SESUDAH-AMANDEMEN.jpg
B. Kepemimpinan Era Baharuddin Yusuf Habibie
Presiden BJ Habibie adalah presiden pertama di era reformasi. Dalam periode awal menjabat presiden beliau masing dianggap berbau rezim Orde Baru dan kepanjangan dari tangan Soeharto, maklum dia adalah salah satu orang yang paling dekat dan di percaya oleh Soeharto. Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto termasuk keadaan ekonomi Indonesia yang mengalami keterpurukan yang otomatis menyebabkan kesejahteraan rakyat makin menurun.
1. Gaya kepemimpinan Bj. Habibie
Habibie merupakan seorang pemimpin yang bersifat demokratik. Bukti dari kepemimpinannya yang demokratis tersebut adalah dengan adanya kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan membentuk serikat-serikat tersendiri membawa dampak positif untuk negara Indonesia. Dengan kebebasan pers yang dibuka selebar-lebarnya sehingga melahirkan demokratisasi yang luas. Tak hanya itu, Presiden Habibie juga membebaskan para tahanan politik yang ditangkap pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Dalam waktu yang relatif singkat sebagai Presiden RI, Habibie telah memelihara pandangan modern beliau dalam demokrasi dan mengimplementasikannya dalam setiap proses pembuatan keputusan. Peran penting Habibie dalam percepatan proses demokrasi di Indonesia dikenal baik oleh masyarakat nasional ataupun internasional sehingga beliau dianggap sebagai Bapak Demokrasi.

Komitmen beliau terhadap demokrasi adalah nyata. Ketika MPR, institusi tertinggi di Indonesia yang memiliki wewenang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, menolak pidato pertanggung-jawaban Habibie (masalah referendum Timor-Timur), Habibie secara berani mengundurkan diri dari pemilihan Presiden yang baru pada tahun 1999. Beliau melakukan ini, selain penolakan MPR atas pidatonya tidak mengekang beliau untuk terus ikut serta dalam pemilihan, dan keyakinan dari pendukung beliau bahwa beliau akan tetap bisa unggul dari kandidat Presiden lainnya, karena yakin bahwa sekali pidatonya ditolak oleh MPR akan menjadi tidak etis baginya untuk terus ikut dalam pemilihan. Keputusan ini juga dimaksudkan sebagai pendidikan politik dari arti sebuah demokrasi. Sikap demokratis yang dimiliki BJ. Habibie dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahannya.
Tapi dibalik sikap demokratik yang ia miliki, juga sangat cepat juga dalam bertindak tetapi beliau tidak pernah memikirkan resiko apa yang akan timbul dari tindakannya yang sangat cepat itu. Ia juga merupakan presiden yang berkarakteristik atau tabiatnya tidak mau kalah dengan siapapun , contohnya dengan kasus Timor Timor . Karakteristik ini diilustrasikan dengan kisah lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Semua Warga Indonesia terkejut ,terutama Ali Alatas yang kala itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, ketika Habibie tiba-tiba mengumumkan kepada dunia internasional tentang pemberian opsi kepada rakyat Timor Timur : tetap bergabung dengan Indonesia atau melepaskan diri sebagai negara merdeka

2. Kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan BJ. Habibie
·         Pada bidang politik
Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan. Kebijakan politik yang diambil yaitu: dengan dibebaskannya para tahanan politik pada masa Orde Baru, peningkatan kebebasan pers, pembentukan parpol dan percepatan Pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999, penyelesaian masalah Tomor-Timur, pengusutan kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya, pemberian gelar Pahlawan Reformasi bagi korban Trisakti.
·         Pada Bidang Ekonomi
Di dalam pemulihan ekonomi, secara signifikan pemerintah berhasil menekan laju inflasi dan gejolak moneter dibanding saat awal terjadinya krisis. Namun langkah dalam kebijakan ekonomi belum sepenuhnya menggembirakan karena dianggap tidak mjempunyai kebijakan yang kongkrit dan sistematis seperti sektor riil belum pulih. Di sisi lain, banyaknya kasus penyelewengan dana negara dan bantuan luar negeri membuat Indonesia kehilangan momentum pemulihan ekonomi. Pada tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah membekukan operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern, dan Bank Dagang Nasional Indonesia. Kemudian di awal tahun selanjutnya kembali pemerintah melikuidasi 38 bank swasta, 7 bank diambil-alih pemerintah dan 9 bank mengikuti program rekapitulasi. Untuk masalah distribusi sembako utamanya minyak goreng dan beras, dianggap kebijakan yang gagal. Hal ini nampak dari tetap meningkatnya harga beras walaupun telah dilakukan operasi pasar, ditemui juga penyelundupan beras keluar negeri dan penimbunan beras.

·         Pada Bidang Manajemen Internal ABRI
Pada masa transisi di bawah Presiden B.J. Habibie, banyak perubahan-perubahan penting terjadi dalam tubuh ABRI, terutama dalam tataran konsep dan organisatornya. ABRI telah melakukan kebijakan-kebijakan sebagai langkah perubahan politik internal, yang berlaku tanggal 1 April 1999. Kebijakan tersebut antara lain: pemisahan POLRI dari ABRI, Perubahan Stat Sosial Politik menjadi Staf Teritorial, Likuidasi Staf Karyawan, Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II, pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan parpol yang ada, kometmen dan netralitas ABRI dalam Pemilu dan perubahan Staf Sospol menjadi komsos serta pembubaran Bakorstanas dan Bakorstanasda. Perubahan di atas dipandang positif oleh berbagai kalangan sebagai upaya reaktif ABRI terhadap tuntutan dan gugatan dari masyarakat, khususnya tentang persoalan eksis peran Sospol ABRI yang diimplementasikan dari doktrin Dwi Fungsi ABRI. Mempersempit dan membatasi peranan dengan adanya Dwi fungsi ABRI dalam pemerintahan dengan membagi Abri menjadi kepolisian dan TNI, serta mengurangi jumlah anggota ABRi dalam Legislatif 

C. Kepemimpinan Era Abdurrahman Wahid
1. Gaya Kepemimpinan Abdurrahman Wahid
Pemerintahan Gus Dur hanya berlangsung 21 bulan (20 Oktober 1999-24 Juli 2001), Gaya kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid adalah gaya kepemimpinan Responsif-Akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam yang diharapkan dapat dijadikan menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memihki keabsahan. Gusdur juga adalah sosok yang sangat menghargai perbedaan. Dalam hal menegakkan demokrasi, Gus Dur melihat pluralisme keberagamaan dan keberbudayaan sebagai syarat penting yang yang harus dipenuhi. Karena Islam sebagai rahmatan lil alamin, benar-benar menjadi pendamai dalam menata kehidupan di bumi, bukan menindas dan menyingkirkan kaum yang lain.
Gus Dur berkeyakinan bahwa dengan pluralisme akan membawa sikap politik selalu menjunjung tinggi demokrasi. Kontestasi perbedaan pikiran dan pendapat selalu menjadi bagian dari politik Gus Dur. Salah satu kebijakan Gus Dur yang mengakomodasi perbedaan adalah Keputusan Presiden No. 6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu. Etnis Cina yang selama Orde Baru dibatasi, maka dengan adanya Keppres No. 6 dapat memiliki kebebasan dalam menganut agama maupun menggelar budayanya secara terbuka seperti misalnya pertunjukan Barongsai. Begitupun dengan kebijakannya yang menetapkan tahun baru china (IMLEK) sebagai hari raya umat beragama sebagai hari libur nasional.
Tetapi dibalik kelebihan Gus Dur dalam menghagai pluralism yang mengakui kaum minoritas seperti Tionghoa terdapat juga gaya kepemimpinan yang tidak disukai baik dikalangan menteri maupun parlemen yaitu Dengan gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat banyak pihak yang awalnya menunjukkan dukungan, sedikit demi sedikit menarik dukungannya. Simpati berubah menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur pun dilengserkan oleh MPR.

2. Kebijakan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid
Pada tanggal 20 Oktober 1999, MPR berhasil memilih Presiden Republik Indonesia yang ke-4 yaitu KH. Abdurrahman Wahid dengan wakilnya Megawati Soekarnoputri. Pada masa pemerintahan Gus Dur, ada beberapa persoalan yang dihadapi yang merupakan warisan dari pemerintahan Orde Baru yaitu :
1) Masalah praktik KKN yang belum terselesaikan
2) Pemulihan ekonomi
3) Masalah BPPN
4) Kinerja BUMNPresiden
5) Pengendalian
Inflasi
6) Mempertahankan kurs rupiah
7) Masalah jejaring pengamanan sosial ( JPS)
8) Masalah disintegrasi dan konflik antarumat beragama
9) Penegakan hukum dan penegakan Hak asasi manusia (HAM)
Pembaharuan yang dilakukan pada masa Pemerintahan Gus Dur adalah :

1) Membentuk Kabinet Kerja
            Untuk mendukung tugas dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari, Gus Dur membentuk kabinet kerja yang diberi nama Kabinet Persatuan Nasional yang anggotanya diambil dari perwakilan masing-masing partai politik yang dilantik pada tanggal 28 Oktober 1999. Di dalam Kabinet Persatuan Nasional terdapat dua departemen yang dihapuskan, yaitu Departemen Sosial dan Departemen Penerangan. Departemen Sosial dihapuskan karena senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Kemudian Departemen Sosial dihapuskan karena dianggap tidak efisien sehingga perlu efisiensi dan perampingan kabinet,
2) Bidang Ekonomi
Untuk mengatasi krisis moneter dan memperbaiki ekonomi Indonesia, dibentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang bertugas untuk memecahkan perbaikan ekonomi Indonesia yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dewan Ekonomi nasional diketuai oleh Prof. Dr. Emil Salim, wakilnya Subiyakto Tjakrawerdaya dan sekretarisnya Dr. Sri Mulyani Indraswari.
3) Bidang Budaya dan Sosial
Untuk mengatasi masalah disintegrasi dan konflik antarumat beragama, Gus Dur memberikan kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Hak itu dibuktikan dengan adanya beberapa keputusan presiden yang dikeluarkan, yaitu :
a) Keputusan Presiden No. 6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu. Etnis Cina yang selama Orde Baru dibatasi, maka dengan adanya Keppres No. 6 dapat memiliki kebebasan dalam menganut agama maupun menggelar budayanya secara terbuka seperti misalnya pertunjukan Barongsai.

b) Menetapkan Tahun Baru Cina (IMLEK) sebagai hari besar agama, sehingga menjadi hari
     libur nasional.
            Disamping pembaharuan-pembaharuan di atas, Gus Dur juga mengeluarkan berbagai kebijakan yang dinilai Kontroversial dengan MPR dan DPR, yang dianggap berjalan sendiri, tanpa mau menaati aturan ketatanegaraan, melainkan diselesaikan sendiri berdasarkan pendapat kerabat dekatnya, bukan menurut aturan konstitusi negara. Kebijakan-kebijakan yang menimbulkan kontroversial dari berbagai kalangan yaitu :
1.      Pencopotan Kapolri Jenderal Polisi Roesmanhadi yang dianggap Orde Baru.
2.      Pencopotan Kapuspen Hankam Mayjen TNI Sudradjat, yang dilatarbelakangi oleh adanya pernyataan bahwa Presiden bukan merupakan Panglima Tinggi.
3.      Pencopotan Wiranto sebagai Menkopolkam, yang dilatarbelakangi oleh hubungan yang tidak harmonis dengan Gus Dur.
4.      Mengeluarkan pengumuman tentang menteri Kabinet Pembangunan Nasional yang terlibat KKN sehingga mempengaruhi kinerja kabinet menjadi merosot.
5.      Gus Dur menyetujui nama Irian Jaya berubah menjadi Papua dan mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora.
Puncak jatuhnya Gus dur dari kursi kepresidenan ditandai oleh adanya Skandal Brunei Gate dan Bulog Gate yang menyebabkan ia terlibat dalam kasus korupsi, maka pada tanggal 1 Februari 2006 DPR-RI mengeluarkan memorandum yang pertama sedangkan memorandum yang kedua dikeluarkan pada tanggal 30 Aril 2001. Gus Dur menanggapi memorandum tersebut dengan mengeluarkan maklumat atau yang biasa disebut Dekrit Presiden yang berisi antara lain :
1) Membekukan MPR / DPR-RI
2) Mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan
    yang diperlukan untuk pemilu dalam waktu satu tahun.
3) Membubarkan Partai Golkar karena dianggap warisan orde baru
            Dalam kenyataan, Dekrit tersebut tidk dapat dilaksanakan karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuaran hokum, maka MPR segera mengadakan Sidang Istimewa pada tanggal 23 Juli 2001 dan Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai Presiden RI menggantikan Gus Dur berdasarkan Tap MPR No. 3 tahun 2001 dengan wakilnya Hamzah Haz.

C. Kepemimpinan Era Megawati Seokarno Putri
1. Gaya Kepemimpinan Megawati Soekarno Putri
Sebagai presiden pertama wanita di Indonesia, ia merupakan presiden pertama peletak dasar ke arah kehidupan demokrasi. Pada masa pemerintahan Mega, konsolidasi demokrasi di Indonesia semakin menguat. Mega bisa dikatakan sebagai peletak dasar demokrasi pascareformasi. Sebab, dalam masa pemerintahannya pemilu dan pemilihan presiden digelar secara langsung.
Gaya kepemimpinan dari Megawati adalah salah satunya adalah berani mengambil keputusan serta resiko yaitu dengan menjual beberapa aset negara Salah satu hal yang paling mencolok dalam pemerintahan Megawati Soekarnoputri adalah tentang maraknya privatisasi BUMN.
Kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara umum dapat diartikan bahwa kepemilikan BUMN oleh negara dihilangkan atau paling tidak diminimalisir karena kepemilikan atau pengelolaan berpindah ke tangan swasta. Kepemilikan publik berubah menjadi kepemilikan privat. Hal ini dapat dikatakan menyimpang karena pada dasarnya BUMN adalah salah satu sarana pemasukan kepada Negara yang harus dipertimbangkan dengan seksama.
Penyimpangan ini terjadi misalnya dalam kebijakan privatisasi PT. Semen Gresik dan PT Indosat. Privatisasi juga banyak dikecam karena dipandang merugikan negara triliunan rupiah akibat harga jualnya yang terlalu murah. Keputusan pemerintah pada waktu itu untuk menjual PT Semen Gresik dan PT Indosat sebagai cara cepat untuk mendapatkan dana segar guna menutupi defisit APBN cenderung tidak menunjukkan langkah strategis ke depan yang ingin dicapai pemerintah dalam konteks perencanaan pembangunan, khususnya di sektor industri. Privatisasi tersebut juga sangat elitis dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat luas dalam hal kepemilikan saham.
2. Kebijakan-kebijakan di era Megawati Soekarno Putri
·         Bidang Politik
1.      Membentuk Kabinet Gotong-Royong
Kabinet Gotong-Royong (KGR) dibentuk pada tanggal 10 Agustus 2001 dan berakhir pada tahun 2004 seiring lengsernya Presiden Megawati Soekarnoputri pada waktu itu. Kabinet ini dinamakan KGR karena merupakan pemerintahan dari hasil banyak partai.
2.      Mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
KPK didirikan pada tahun 2003 oleh Presiden Megawati. Pendirian KPK ini didasari karena Presiden Megawati melihat institusi Jaksa dan Polri saat itu terlalu kotor, sehingga untuk menangkap koruptor dinilai tidak mampu, namun jaksa dan polri sulit dibubarkan sehingga dibentuklah KPK.
3.      Mengadakan pemilu yang bersifat demokratis yang dilaksanakan tahun 2004 dan melalui dua periode yaitu :
a.       Periode pertama untuk memilih anggota legislatif secara langsung.
Periode kedua untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung.
Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan secara langsung artinya rakyat langsung memilih pilihannya.
b.      Pemerintahan Megawati berakhir setelah hasil pemilu 2004 menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai pemenang. Hal ini merupakan babak baru pemerintahan di Indonesia dimana Presiden dan Wakil Presiden terpilih dipilih langsung oleh rakyat.
·            Ideologi
Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, Indonesia menggunakan ideologi pancasila.
Prestasi pada masa pemerintahan megawati
o   Mendirikan Lembaga pemberantas korupsi KPK pada tahun 2003, karena Megawati Soekarnoputri melihat institusi Jaksa & Polri saat itu terlalu kotor, sehingga untuk menangkap koruptor dinilai tak mampu, namun jaksa dan Polri sulit dibubarkan, sehingga dibentuk lah KPK.
o   Menghentikan aktivitas pertambangan Freeport di Papua karena dianggap melanggar aturan Internasional tentang AMDAL (dampak lingkungan).
o   Membubarkan BUMN terkorup pada masa itu yaitu Indosat karena merugikan negara puluhan Trilyun & banyak praktek ilegal di Indosat. Asset dari pembubaran BUMN korup Indosat kemudian dipakai untuk membayar hutang negara yang saat itu jatuh tempo. Kemudian sebagai ganti Indosat dibuat lembaga yang lain yaitu Satelindo.

E. Kepemimpinan Era Susilo Bambang Yudhiyono
1. Gaya Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhiyono
Gaya kepemimpinan SBY yang mencolok adalah Kharismatiknya dan berdasarkan ciri-ciri dari kepemimpinan ideal yang sesuai dengan beliau diantaranya adalah, pengetahuan umum yang luas seperti yang telah dituliskan Mar’ie Muhammad bahwa SBY adalah seorang militer intelektual, kemudian kemampuan analitik yang tajam yang kadangkala mengurangi kecepatan dalam mengambil keputusan. Keterampilan berkomunikasi secara efektif juga dimiliki oleh SBY.
SBY bergaya pemimpin yang bertipe militeristik. Hal ini disebabkan karena yang mempengaruhi corak kepemimpinan seseorang bisa berupa pendidikan dan pengalaman. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa contoh kasus gaya kepemimpinan militeristik SBY yang masih melekat, seperti beberapa kali memarahi menterinya didepan umum, memarahi para bupati dan walikota seluruh Indonesia yang tidur ketika SBY sedang berpidato. Selain itu gaya militeristik SBY tergambar dari tindakan-tindakannya SBY dalam pelaksanaan administrai negara yang formalitas dan kaku. Ini merupakan salah satu karakteristik dari gaya kepemimpinan militeriktik yaitu segala sesuatu bersifat formal.
2. Kebijakan-kebijakan di era Susilo Bambang Yudhiyono
1. Penyelesaian Konflik Horizontal
Dalam masa pemerintahan SBY, dilakukan kesepakatan damai RI-Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinski pada 15 Agustus 2005. Kesepakatan damai ini ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri RI, Hassan Wirayudha dan petinggi GAM, Zaini Abdullah. Kesepakatan ini juga mengatur pemberian status otonomi khusus pada Nanggroe Aceh Darussalam dan amnesti untuk anggota GAM yang ditahan pemerintah Indonesia. Proses kesepakatan damai ini ditinjau oleh AMM (Aceh Monitoring Mission) sebagai pengawas yang beranggotakan negara-negara sahabat. Dalam proses perdamaian ini, secara perlahan dilakukan penarikan pasukan TNI dari Aceh dan penyerahan senjata-senjata milik anggota GAM di daerah. Beberapa kerusuhan sosial antar masyarakat lainnya juga diselesaikan, antara lain, Kerusuhan di Poso , Ambon dan Papua.
2. Birokrasi
            Dalam masa pemerintahan pertamanya, Presiden menggagas pembentukan beberapa komisi untuk mengawasi jalannya birokrasi pemerintahan. Tercatat dibentuk Komisi Pengawas Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan apresiasi yang baik dari masyarakat karena beberapa kali mengusut kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara bahkan dari kalangan menteri sekalipun.
3. Ekonomi
            Pada periode kepemimpinannya, Presiden mengambil kebijakan untuk mengurangi beban subsidi negara. Salah satunya dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pemerintah juga melakukan pengawasan berkala ke pasar modal dan investasi untuk menjaga tingkat suku bunga (BI Rate), nilai tukar rupiah, dan beberapa kebijakan lainnya seputar likuiditas perbankan.
4. Bidang Lainnya
            Di sektor pendidikan, digagas sistem Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mengatasi besarnya angka putus sekolah dari anak-anak usia wajib sekolah. Selain itu, dalam bidang kebudayaan juga dirintis gerakan untuk mendata ulang peninggalan-peninggalan budaya Indonesia untuk nantinya didaftarkan ke UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sehingga tidak diklaim sebagai warisan budaya bangsa lain.

F. Kepemimpinan Era Joko Widodo
1. Gaya Kepemimpinan Joko Widodo
            Salah satu gaya kepemimpinan Joko Widodo yang menonjol adalah blusukannya. Bagi Jokowi blusukan memiliki arti penting dalam menjalankan roda pemerintahan. Menurut Jokowi, seorang pemimpin harus turun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi riil yang ada dan tidak begitu saja menerima laporan bawahan. “Manajemen kontrol perlu. Jangan percaya sama laporan. Jokowi menambahkan, blusukan adalah salah satu cara untuk mendengar keluhan-keluhan. Yang paling penting bagi pemimpin adalah mampu mendengar keinginan dari masyarakat. “Keinginan itu harus ditangkap, keinginan akar rumput apa, keinginan masyarakat yang ada di bawah itu apa baru menyampaikan visi misi kita. Supaya nyambung apa kebijakan dengan mereka. Kalau sudah sambung menyampaikan pesan mereka mudah.
Karena menganggap blusukan memiliki fungsi dan berperan penting dalam menjalankan roda pemerintahan, Jokowi pun meminta kepada anggota Kabinet Kerja untuk melakukan blusukan guna mengetahui permasalahan dan menyerap aspirasi masyarakat. Begitu bekerja, para menteri pun ikut melakukan blusukan dengan gayanya sendiri-sendiri.
Kemudian gaya kepemimpinan lain jokowi adalah demokratik karena setiap bekerja selalu ingin mendengar, tahu keluhan rakyat, dan kesulitan rakyat Pemimpin yang mau langsung turun lapangan dan mendengarkan permasalahan dari warganya, maka akan mendapatkan laporan yang sebenarnya. Dengan demikian akan bisa langsung diambil tindakan. Empathy’ atau ikut merasakan perasaan atau penderitaan orang lain adalah karakteristik lain kepemimpinan Jokowi yang menonjol.
2. Kebijakan yang menorehkan prestasi Jokowi-JK
Setidaknya ada lima aspek positif yang melahirkan prestasi bagi pemerintahan Jokowi.
·      Pertama adalah usaha Jokowi dalam menertibkan sektor minyak bumi, begitu ia melantik kabinetnya. Langkah ini menunjukkan bahwa Jokowi begitu jeli menentukan strategi. Sepertinya dia memahami benar bahwa minyak bumi sudah bukan lagi merupakan barang ekonomi semata, melainkan telah jadi komoditas politik untuk mencapai kekuasaan. Pandangan ini sudah berjalan lama bahkan sejak zaman Presiden Suharto dulu sampai saat ini.
Langkah itu kemudian dilanjutkan dengan menetukan kebijakan harga minyak bumi. Jelas kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) selama ini dirasakan sangat menguntungkan masyarakat pendapatan menengah ke atas, bukan masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah.
Karena subsidi BBM telah menjadi beban APBN, Jokowi pun dihadapkan pada pilihan apakah akan tetap mempertahankan subsidi seperti yang berlangsung selama ini ataukah subsidi untuk rakyat. Akhirnya memilih opsi BBM bagi kesejahteraan rakyat.
·                     Kedua, Presiden Jokowi menyatakan pentingnya sektor pertanian, pembangunan infrastruktur, jaringan jalan, tol laut, dan sejumlah megaproyek lainnya. Kalau kita lihat statistik Indonesia, dalam hal nilai tukar, maka nilai tukar yang didapat petani (NTP) dibandingkan berapa yang harus dibayar petani hingga kini masih belum seperti yang diharapkan, karena baru mencapai 102:100. Dengan kondisi seperti ini, maka dalam struktur kepemerintahan ini, posisi petani selalu tertinggal. Mereka selalu menjadi objek, bukan menjadi subyek dalam pembangunan.
Prospek bidang pertanian dalam pemerintahan Jokowi dengan demikian dapat kita ukur dari apakah NTP-nya kelak naik ataukah malah menurun. Yang dapat kita lihat saat ini adalah fokus APBN tertuju untuk pembangunan infrastruktur. Jadi dapat kita simpulkan bahwa kebijakan Jokowi dalam bidang pertanian sampai saat ini sudah berada pada jalur yang benar.  
·                     Ketiga, kebijakan peluncuran Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Indonesia Sejahtera, merupakan hal yang patut diapresiasi. Tentu saja mengelola 250 juta penduduk Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke tidaklah mudah. Pasti akan banyak permasalahan yang menghadang dalam pelaksanaan program ini nantinya.
·                     Keempat adalah kedaulatan maritim. Inilah untuk pertama kalinya pemerintahan Indonesia melihat ke laut, kawasan yang selama ini terabaikan. Selama ini laut Indonesia yang meliputi sekitar 2/3 luas wilayah Indonesia lebih banyak menyejahterakan bangsa lain daripada bangsa Indonesia sendiri. Tragisnya, walaupum 2/3 luas wilayah Indonesia adalah laut, tapi masyarakat yang termiskin di Indonesia adalah kaum nelayan.
Selama bertahun-tahun, terkesan tak pernah ada upaya pemerintah untuk mengubah kondisi ini. Tapi kemudian di balik gencarnya usaha pemerintahan Jokowi dalam melaksanakan program pembangunan sektor kemaritiman, nampak ada keinginan kuat untuk mengangkat derajat kaum terbawah di Indonesia, yaitu para nelayan. Ini sebuah langkah yang patut mendapat apresiasi.

No comments:

Post a Comment