BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Pemerintahan
Pada Masa Reformasi
Indonesia memasuki era reformasi. Dimana bangsa Indonesia ingin dan
bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu
perlu disusun pemerintahan berdasarkan konstitusi (konstitusional). Yang
bercirikan sebagai berikut :
• Adanya pembatasan kekuasaan ekskutif.
• Jaminan atas hak – hak asasi manusia dan warga Negara.
Pokok – pokok sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut :
• Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah
Negara terbagi menjadi
beberapa provinsi.
• Bentuk pemerintahan adalah Republik.
• Sistem pemerintahan adalah presidensial.
• Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.
• Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab
kepada presiden.
• Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu DPR dan DPD.
• Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung dan badan
peradilan di bawahnya.
Sistem pemerintahan ini pada dasarnya masih menganut sitem
presidensial. Hal ini terbukti dengan presiden sebagai kepala Negara dan kepala
pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak
bertanggung jawab terhadap parlemen.
Beberapa
variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai
berikut :
• Presiden
sewaktu – waktu dapat diberhentikan MPR atas usul dan pertimbangan dari DPR.
• Presiden
dalam mengangkat pejabat Negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Presiden
dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan
DPR.
• Parlemen
diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang – undang dan hak
budget (anggaran).
Dengan demikian, ada perubahan – perubahan baru dalam sistem
pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem
presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan
presiden secara langsung, sistem bicameral, mekanisme check and balance, dan
pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan
dan fungsi anggaran.
Sedangkan untuk susunan lembaga
Negara RI pada masa reformasi yang dijalankan adalah setelah amandemen

B. Kepemimpinan Era
Baharuddin Yusuf Habibie
Presiden BJ Habibie adalah presiden pertama di era
reformasi. Dalam periode awal menjabat presiden beliau masing dianggap berbau
rezim Orde Baru dan kepanjangan dari tangan Soeharto, maklum dia adalah salah
satu orang yang paling dekat dan di percaya oleh Soeharto. Habibie mewarisi
kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto termasuk keadaan ekonomi
Indonesia yang mengalami keterpurukan yang otomatis menyebabkan kesejahteraan
rakyat makin menurun.
1.
Gaya kepemimpinan Bj. Habibie
Habibie merupakan seorang pemimpin yang bersifat
demokratik. Bukti dari kepemimpinannya yang demokratis tersebut adalah dengan
adanya kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan membentuk serikat-serikat
tersendiri membawa dampak positif untuk negara Indonesia. Dengan kebebasan pers yang dibuka
selebar-lebarnya sehingga melahirkan demokratisasi yang luas. Tak hanya itu, Presiden Habibie juga
membebaskan para tahanan politik yang ditangkap pada masa pemerintahan Presiden
Soeharto.
Dalam waktu yang relatif singkat sebagai Presiden RI,
Habibie telah memelihara pandangan modern beliau dalam demokrasi dan
mengimplementasikannya dalam setiap proses pembuatan keputusan. Peran penting
Habibie dalam percepatan proses demokrasi di Indonesia dikenal baik oleh
masyarakat nasional ataupun internasional sehingga beliau dianggap sebagai
Bapak Demokrasi.
Komitmen beliau terhadap demokrasi adalah nyata. Ketika MPR,
institusi tertinggi di Indonesia yang memiliki wewenang untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden, menolak pidato pertanggung-jawaban Habibie (masalah
referendum Timor-Timur), Habibie secara berani mengundurkan diri dari pemilihan
Presiden yang baru pada tahun 1999. Beliau melakukan ini, selain penolakan MPR
atas pidatonya tidak mengekang beliau untuk terus ikut serta dalam pemilihan,
dan keyakinan dari pendukung beliau bahwa beliau akan tetap bisa unggul dari
kandidat Presiden lainnya, karena yakin bahwa sekali pidatonya ditolak oleh MPR
akan menjadi tidak etis baginya untuk terus ikut dalam pemilihan. Keputusan ini
juga dimaksudkan sebagai pendidikan politik dari arti sebuah demokrasi. Sikap
demokratis yang dimiliki BJ. Habibie dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan
pada masa pemerintahannya.
Tapi dibalik sikap demokratik yang ia miliki, juga sangat
cepat juga dalam bertindak tetapi beliau tidak pernah memikirkan resiko apa
yang akan timbul dari tindakannya yang sangat cepat itu. Ia juga merupakan
presiden yang berkarakteristik atau tabiatnya tidak mau kalah dengan siapapun ,
contohnya dengan kasus Timor Timor . Karakteristik ini diilustrasikan dengan
kisah lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Semua Warga Indonesia terkejut
,terutama Ali Alatas yang kala itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, ketika
Habibie tiba-tiba mengumumkan kepada dunia internasional tentang pemberian opsi
kepada rakyat Timor Timur : tetap bergabung dengan Indonesia atau melepaskan
diri sebagai negara merdeka
2.
Kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan BJ. Habibie
·
Pada bidang politik
Ada berbagai
langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Presiden
B.J. Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan. Kebijakan
politik yang diambil yaitu: dengan dibebaskannya para tahanan politik pada masa
Orde Baru, peningkatan kebebasan pers, pembentukan parpol dan percepatan Pemilu
dari tahun 2003 ke tahun 1999, penyelesaian masalah Tomor-Timur, pengusutan
kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya, pemberian gelar Pahlawan Reformasi bagi
korban Trisakti.
·
Pada Bidang Ekonomi
Di dalam
pemulihan ekonomi, secara signifikan pemerintah berhasil menekan laju inflasi
dan gejolak moneter dibanding saat awal terjadinya krisis. Namun langkah dalam
kebijakan ekonomi belum sepenuhnya menggembirakan karena dianggap tidak
mjempunyai kebijakan yang kongkrit dan sistematis seperti sektor riil belum
pulih. Di sisi lain, banyaknya kasus penyelewengan dana negara dan bantuan luar
negeri membuat Indonesia kehilangan momentum pemulihan ekonomi. Pada tanggal 21
Agustus 1998 pemerintah membekukan operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern,
dan Bank Dagang Nasional Indonesia. Kemudian di awal tahun selanjutnya kembali
pemerintah melikuidasi 38 bank swasta, 7 bank diambil-alih pemerintah dan 9
bank mengikuti program rekapitulasi. Untuk masalah distribusi sembako utamanya
minyak goreng dan beras, dianggap kebijakan yang gagal. Hal ini nampak dari
tetap meningkatnya harga beras walaupun telah dilakukan operasi pasar, ditemui
juga penyelundupan beras keluar negeri dan penimbunan beras.
·
Pada Bidang Manajemen Internal ABRI
Pada masa
transisi di bawah Presiden B.J. Habibie, banyak perubahan-perubahan penting
terjadi dalam tubuh ABRI, terutama dalam tataran konsep dan organisatornya.
ABRI telah melakukan kebijakan-kebijakan sebagai langkah perubahan politik
internal, yang berlaku tanggal 1 April 1999. Kebijakan tersebut antara lain:
pemisahan POLRI dari ABRI, Perubahan Stat Sosial Politik menjadi Staf
Teritorial, Likuidasi Staf Karyawan, Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II,
pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar dan mengambil jarak yang
sama dengan parpol yang ada, kometmen dan netralitas ABRI dalam Pemilu dan perubahan
Staf Sospol menjadi komsos serta pembubaran Bakorstanas dan Bakorstanasda.
Perubahan di atas dipandang positif oleh berbagai kalangan sebagai upaya
reaktif ABRI terhadap tuntutan dan gugatan dari masyarakat, khususnya tentang
persoalan eksis peran Sospol ABRI yang diimplementasikan dari doktrin Dwi
Fungsi ABRI. Mempersempit dan
membatasi peranan dengan adanya Dwi fungsi ABRI dalam pemerintahan dengan
membagi Abri menjadi kepolisian dan TNI, serta mengurangi jumlah anggota ABRi
dalam Legislatif
C. Kepemimpinan Era Abdurrahman Wahid
1. Gaya Kepemimpinan Abdurrahman Wahid
Pemerintahan Gus Dur hanya berlangsung 21 bulan (20
Oktober 1999-24 Juli 2001), Gaya kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid adalah
gaya kepemimpinan Responsif-Akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan
semua kepentingan yang beraneka ragam yang diharapkan dapat dijadikan menjadi
satu kesepakatan atau keputusan yang memihki keabsahan. Gusdur juga adalah
sosok yang sangat menghargai perbedaan. Dalam
hal menegakkan demokrasi, Gus Dur melihat pluralisme keberagamaan dan
keberbudayaan sebagai syarat penting yang yang harus dipenuhi. Karena Islam
sebagai rahmatan lil alamin, benar-benar menjadi pendamai dalam menata
kehidupan di bumi, bukan menindas dan menyingkirkan kaum yang lain.
Gus Dur
berkeyakinan bahwa dengan pluralisme akan membawa sikap politik selalu
menjunjung tinggi demokrasi. Kontestasi perbedaan pikiran dan pendapat selalu
menjadi bagian dari politik Gus Dur. Salah satu kebijakan Gus Dur yang
mengakomodasi perbedaan adalah Keputusan Presiden No. 6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil
Penganut Agama Konghucu. Etnis Cina yang selama Orde Baru dibatasi, maka dengan
adanya Keppres No. 6 dapat memiliki kebebasan dalam menganut agama maupun
menggelar budayanya secara terbuka seperti misalnya pertunjukan Barongsai.
Begitupun dengan kebijakannya yang menetapkan tahun baru china (IMLEK) sebagai
hari raya umat beragama sebagai hari libur nasional.
Tetapi dibalik kelebihan Gus Dur dalam menghagai pluralism
yang mengakui kaum minoritas seperti Tionghoa terdapat juga gaya kepemimpinan
yang tidak disukai baik dikalangan menteri maupun parlemen yaitu Dengan
gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat banyak pihak yang awalnya
menunjukkan dukungan, sedikit demi sedikit menarik dukungannya. Simpati berubah
menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur pun dilengserkan oleh MPR.
2. Kebijakan pada masa pemerintahan
Abdurrahman Wahid
Pada tanggal 20 Oktober
1999, MPR berhasil memilih Presiden Republik Indonesia yang ke-4 yaitu KH.
Abdurrahman Wahid dengan wakilnya Megawati Soekarnoputri. Pada masa
pemerintahan Gus Dur, ada beberapa persoalan yang dihadapi yang merupakan warisan dari pemerintahan Orde Baru
yaitu :
1)
Masalah praktik KKN yang belum terselesaikan
2) Pemulihan ekonomi
3) Masalah BPPN
4) Kinerja BUMNPresiden
5) Pengendalian Inflasi
6) Mempertahankan kurs rupiah
7) Masalah jejaring pengamanan sosial ( JPS)
2) Pemulihan ekonomi
3) Masalah BPPN
4) Kinerja BUMNPresiden
5) Pengendalian Inflasi
6) Mempertahankan kurs rupiah
7) Masalah jejaring pengamanan sosial ( JPS)
8)
Masalah disintegrasi dan konflik antarumat beragama
9) Penegakan hukum dan penegakan Hak asasi manusia (HAM)
9) Penegakan hukum dan penegakan Hak asasi manusia (HAM)
Pembaharuan
yang dilakukan pada masa Pemerintahan Gus Dur adalah :
1) Membentuk Kabinet Kerja
Untuk
mendukung tugas dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari, Gus Dur membentuk
kabinet kerja yang diberi nama Kabinet Persatuan Nasional yang anggotanya
diambil dari perwakilan masing-masing partai politik yang dilantik pada tanggal
28 Oktober 1999. Di dalam Kabinet Persatuan Nasional terdapat dua departemen
yang dihapuskan, yaitu Departemen Sosial dan Departemen Penerangan. Departemen
Sosial dihapuskan karena senjata
utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Kemudian Departemen Sosial
dihapuskan karena dianggap tidak efisien sehingga perlu efisiensi dan
perampingan kabinet,
2) Bidang Ekonomi
Untuk mengatasi krisis moneter dan memperbaiki ekonomi
Indonesia, dibentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang bertugas untuk memecahkan
perbaikan ekonomi Indonesia yang belum pulih dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan. Dewan Ekonomi nasional diketuai oleh Prof. Dr. Emil Salim,
wakilnya Subiyakto Tjakrawerdaya dan sekretarisnya Dr. Sri Mulyani Indraswari.
3) Bidang
Budaya dan Sosial
Untuk mengatasi masalah disintegrasi dan konflik antarumat
beragama, Gus Dur memberikan kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat dan
beragama. Hak itu dibuktikan dengan adanya beberapa keputusan presiden yang
dikeluarkan, yaitu :
a) Keputusan Presiden No. 6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil
Penganut Agama Konghucu. Etnis Cina yang selama Orde Baru dibatasi, maka dengan
adanya Keppres No. 6 dapat memiliki kebebasan dalam menganut agama maupun
menggelar budayanya secara terbuka seperti misalnya pertunjukan Barongsai.
b) Menetapkan Tahun Baru Cina (IMLEK) sebagai hari besar agama, sehingga
menjadi hari
libur nasional.
Disamping
pembaharuan-pembaharuan di atas, Gus Dur juga mengeluarkan berbagai kebijakan
yang dinilai Kontroversial dengan MPR dan DPR, yang dianggap berjalan sendiri,
tanpa mau menaati aturan ketatanegaraan, melainkan diselesaikan sendiri
berdasarkan pendapat kerabat dekatnya, bukan menurut aturan konstitusi negara.
Kebijakan-kebijakan yang menimbulkan kontroversial dari berbagai kalangan yaitu
:
1.
Pencopotan Kapolri Jenderal Polisi Roesmanhadi yang
dianggap Orde Baru.
2.
Pencopotan Kapuspen Hankam Mayjen TNI Sudradjat, yang
dilatarbelakangi oleh adanya pernyataan bahwa Presiden bukan merupakan Panglima
Tinggi.
3.
Pencopotan Wiranto sebagai Menkopolkam, yang
dilatarbelakangi oleh hubungan yang tidak harmonis dengan Gus Dur.
4.
Mengeluarkan pengumuman tentang menteri Kabinet
Pembangunan Nasional yang terlibat KKN sehingga mempengaruhi kinerja kabinet
menjadi merosot.
5.
Gus Dur menyetujui nama Irian Jaya berubah menjadi
Papua dan mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora.
Puncak jatuhnya Gus dur dari kursi kepresidenan ditandai
oleh adanya Skandal Brunei Gate dan Bulog Gate yang menyebabkan ia terlibat
dalam kasus korupsi, maka pada tanggal 1 Februari 2006 DPR-RI mengeluarkan
memorandum yang pertama sedangkan memorandum yang kedua dikeluarkan pada
tanggal 30 Aril 2001. Gus Dur menanggapi memorandum tersebut dengan
mengeluarkan maklumat atau yang biasa disebut Dekrit Presiden yang berisi
antara lain :
1) Membekukan MPR / DPR-RI
2) Mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat dan mengambil
tindakan serta menyusun badan
yang diperlukan untuk pemilu dalam waktu
satu tahun.
3) Membubarkan Partai Golkar karena dianggap warisan
orde baru
Dalam kenyataan, Dekrit tersebut
tidk dapat dilaksanakan karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan
tidak memiliki kekuaran hokum, maka MPR segera mengadakan Sidang Istimewa pada
tanggal 23 Juli 2001 dan Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai Presiden RI
menggantikan Gus Dur berdasarkan Tap MPR No. 3 tahun 2001 dengan wakilnya
Hamzah Haz.
C. Kepemimpinan Era Megawati Seokarno Putri
1. Gaya
Kepemimpinan Megawati Soekarno Putri
Sebagai presiden pertama
wanita di Indonesia, ia merupakan presiden pertama peletak dasar ke arah kehidupan
demokrasi. Pada masa pemerintahan Mega, konsolidasi demokrasi di Indonesia
semakin menguat. Mega bisa dikatakan sebagai peletak dasar demokrasi
pascareformasi. Sebab, dalam masa pemerintahannya pemilu dan pemilihan presiden
digelar secara langsung.
Gaya kepemimpinan dari Megawati adalah salah satunya adalah berani mengambil keputusan serta
resiko yaitu dengan menjual beberapa aset negara Salah satu hal yang paling
mencolok dalam pemerintahan Megawati Soekarnoputri adalah tentang maraknya
privatisasi BUMN.
Kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara umum
dapat diartikan bahwa kepemilikan BUMN oleh negara dihilangkan atau paling
tidak diminimalisir karena kepemilikan atau pengelolaan berpindah ke tangan
swasta. Kepemilikan publik berubah menjadi kepemilikan privat. Hal ini dapat
dikatakan menyimpang karena pada dasarnya BUMN adalah salah satu sarana
pemasukan kepada Negara yang harus dipertimbangkan dengan seksama.
Penyimpangan ini terjadi misalnya dalam kebijakan privatisasi PT.
Semen Gresik dan PT Indosat. Privatisasi juga banyak dikecam karena dipandang
merugikan negara triliunan rupiah akibat harga jualnya yang terlalu murah.
Keputusan pemerintah pada waktu itu untuk menjual PT Semen Gresik dan PT
Indosat sebagai cara cepat untuk mendapatkan dana segar guna menutupi defisit
APBN cenderung tidak menunjukkan langkah strategis ke depan yang ingin dicapai
pemerintah dalam konteks perencanaan pembangunan, khususnya di sektor industri.
Privatisasi tersebut juga sangat elitis dan tidak melibatkan partisipasi
masyarakat luas dalam hal kepemilikan saham.
2.
Kebijakan-kebijakan di era Megawati Soekarno Putri
·
Bidang Politik
1.
Membentuk Kabinet Gotong-Royong
Kabinet Gotong-Royong (KGR) dibentuk pada tanggal 10 Agustus 2001 dan berakhir
pada tahun 2004 seiring lengsernya Presiden Megawati Soekarnoputri pada waktu
itu. Kabinet ini dinamakan KGR karena merupakan pemerintahan dari hasil banyak
partai.
2.
Mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
KPK didirikan pada tahun 2003 oleh Presiden Megawati. Pendirian KPK ini
didasari karena Presiden Megawati melihat institusi Jaksa dan Polri saat itu
terlalu kotor, sehingga untuk menangkap koruptor dinilai tidak mampu, namun
jaksa dan polri sulit dibubarkan sehingga dibentuklah KPK.
3.
Mengadakan pemilu yang bersifat demokratis yang dilaksanakan tahun 2004 dan
melalui dua periode yaitu :
a.
Periode pertama
untuk memilih anggota legislatif secara langsung.
Periode kedua untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung.
Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan secara langsung artinya rakyat langsung memilih pilihannya.
Periode kedua untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung.
Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan secara langsung artinya rakyat langsung memilih pilihannya.
b.
Pemerintahan
Megawati berakhir setelah hasil pemilu 2004 menempatkan pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai pemenang. Hal ini merupakan babak baru
pemerintahan di Indonesia dimana Presiden dan Wakil Presiden terpilih dipilih
langsung oleh rakyat.
·
Ideologi
Pada masa pemerintahan Presiden
Megawati Soekarnoputri, Indonesia menggunakan ideologi pancasila.
Prestasi
pada masa pemerintahan megawati
o
Mendirikan Lembaga pemberantas korupsi KPK pada
tahun 2003, karena Megawati Soekarnoputri melihat institusi Jaksa & Polri
saat itu terlalu kotor, sehingga untuk menangkap koruptor dinilai tak mampu,
namun jaksa dan Polri sulit dibubarkan, sehingga dibentuk lah KPK.
o
Menghentikan aktivitas pertambangan Freeport di
Papua karena dianggap melanggar aturan Internasional tentang AMDAL (dampak
lingkungan).
o
Membubarkan BUMN terkorup pada masa itu yaitu
Indosat karena merugikan negara puluhan Trilyun & banyak praktek ilegal di
Indosat. Asset dari pembubaran BUMN korup Indosat kemudian dipakai untuk
membayar hutang negara yang saat itu jatuh tempo. Kemudian sebagai ganti
Indosat dibuat lembaga yang lain yaitu Satelindo.
E. Kepemimpinan Era Susilo Bambang Yudhiyono
1. Gaya
Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhiyono
Gaya kepemimpinan SBY yang mencolok adalah
Kharismatiknya dan berdasarkan ciri-ciri dari kepemimpinan ideal yang sesuai
dengan beliau diantaranya adalah, pengetahuan umum yang luas seperti yang telah
dituliskan Mar’ie Muhammad bahwa SBY adalah seorang militer intelektual,
kemudian kemampuan analitik yang tajam yang kadangkala mengurangi kecepatan
dalam mengambil keputusan. Keterampilan berkomunikasi secara efektif juga
dimiliki oleh SBY.
SBY bergaya pemimpin yang bertipe militeristik. Hal
ini disebabkan karena yang mempengaruhi corak kepemimpinan seseorang bisa
berupa pendidikan dan pengalaman. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa contoh
kasus gaya kepemimpinan militeristik SBY yang masih melekat, seperti beberapa
kali memarahi menterinya didepan umum, memarahi para bupati dan walikota
seluruh Indonesia yang tidur ketika SBY sedang berpidato. Selain itu gaya
militeristik SBY tergambar dari tindakan-tindakannya SBY dalam pelaksanaan administrai
negara yang formalitas dan kaku. Ini merupakan salah satu karakteristik dari
gaya kepemimpinan militeriktik yaitu segala sesuatu bersifat formal.
2.
Kebijakan-kebijakan di era Susilo Bambang Yudhiyono
1. Penyelesaian Konflik Horizontal
Dalam masa pemerintahan SBY, dilakukan kesepakatan damai RI-Gerakan
Aceh Merdeka (GAM) di Helsinski pada 15 Agustus 2005. Kesepakatan damai ini
ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri RI, Hassan Wirayudha dan petinggi GAM,
Zaini Abdullah. Kesepakatan ini juga mengatur pemberian status otonomi khusus
pada Nanggroe Aceh Darussalam dan amnesti untuk anggota GAM yang ditahan
pemerintah Indonesia. Proses kesepakatan damai ini ditinjau oleh AMM (Aceh
Monitoring Mission) sebagai pengawas yang beranggotakan negara-negara
sahabat. Dalam proses perdamaian ini, secara perlahan dilakukan penarikan
pasukan TNI dari Aceh dan penyerahan senjata-senjata milik anggota GAM di
daerah. Beberapa kerusuhan sosial antar masyarakat lainnya juga diselesaikan,
antara lain, Kerusuhan di Poso , Ambon dan Papua.
2. Birokrasi
Dalam
masa pemerintahan pertamanya, Presiden menggagas pembentukan beberapa komisi
untuk mengawasi jalannya birokrasi pemerintahan. Tercatat dibentuk Komisi
Pengawas Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan apresiasi yang baik dari masyarakat
karena beberapa kali mengusut kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat
negara bahkan dari kalangan menteri sekalipun.
3. Ekonomi
Pada
periode kepemimpinannya, Presiden mengambil kebijakan untuk mengurangi beban
subsidi negara. Salah satunya dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pemerintah juga melakukan pengawasan berkala ke pasar modal dan investasi untuk
menjaga tingkat suku bunga (BI Rate), nilai tukar rupiah, dan beberapa
kebijakan lainnya seputar likuiditas perbankan.
4. Bidang Lainnya
Di
sektor pendidikan, digagas sistem Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk
mengatasi besarnya angka putus sekolah dari anak-anak usia wajib sekolah.
Selain itu, dalam bidang kebudayaan juga dirintis gerakan untuk mendata ulang
peninggalan-peninggalan budaya Indonesia untuk nantinya didaftarkan ke UNESCO (United
Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sehingga tidak
diklaim sebagai warisan budaya bangsa lain.
F. Kepemimpinan Era Joko Widodo
1. Gaya
Kepemimpinan Joko Widodo
Salah satu gaya kepemimpinan Joko
Widodo yang menonjol adalah blusukannya. Bagi Jokowi blusukan memiliki arti
penting dalam menjalankan roda pemerintahan. Menurut Jokowi, seorang pemimpin
harus turun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi riil yang ada dan tidak
begitu saja menerima laporan bawahan. “Manajemen kontrol perlu. Jangan percaya
sama laporan. Jokowi menambahkan, blusukan adalah salah satu cara untuk
mendengar keluhan-keluhan. Yang paling penting bagi pemimpin adalah mampu
mendengar keinginan dari masyarakat. “Keinginan itu harus ditangkap, keinginan
akar rumput apa, keinginan masyarakat yang ada di bawah itu apa baru
menyampaikan visi misi kita. Supaya nyambung apa kebijakan dengan mereka. Kalau
sudah sambung menyampaikan pesan mereka mudah.
Karena menganggap blusukan memiliki fungsi dan berperan penting
dalam menjalankan roda pemerintahan, Jokowi pun meminta kepada anggota Kabinet
Kerja untuk melakukan blusukan guna mengetahui permasalahan dan menyerap
aspirasi masyarakat. Begitu bekerja, para menteri pun ikut melakukan blusukan
dengan gayanya sendiri-sendiri.
Kemudian
gaya kepemimpinan lain jokowi adalah demokratik karena setiap bekerja selalu
ingin mendengar, tahu keluhan rakyat, dan kesulitan rakyat Pemimpin yang mau langsung turun lapangan dan
mendengarkan permasalahan dari warganya, maka akan mendapatkan laporan yang
sebenarnya. Dengan demikian akan bisa langsung diambil tindakan. Empathy’ atau ikut merasakan perasaan atau penderitaan
orang lain adalah karakteristik lain kepemimpinan Jokowi yang menonjol.
2. Kebijakan yang menorehkan
prestasi Jokowi-JK
Setidaknya ada lima aspek positif
yang melahirkan prestasi bagi pemerintahan Jokowi.
·
Pertama adalah usaha Jokowi dalam menertibkan
sektor minyak bumi, begitu ia melantik kabinetnya. Langkah ini menunjukkan
bahwa Jokowi begitu jeli menentukan strategi. Sepertinya dia memahami benar
bahwa minyak bumi sudah bukan lagi merupakan barang ekonomi semata, melainkan
telah jadi komoditas politik untuk mencapai kekuasaan. Pandangan ini sudah
berjalan lama bahkan sejak zaman Presiden Suharto dulu sampai saat ini.
Langkah itu kemudian dilanjutkan dengan menetukan kebijakan
harga minyak bumi. Jelas kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) selama ini
dirasakan sangat menguntungkan masyarakat pendapatan menengah ke atas, bukan
masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah.
Karena subsidi BBM telah menjadi beban APBN, Jokowi pun
dihadapkan pada pilihan apakah akan tetap mempertahankan subsidi seperti yang
berlangsung selama ini ataukah subsidi untuk rakyat. Akhirnya memilih opsi BBM
bagi kesejahteraan rakyat.
·
Kedua, Presiden Jokowi menyatakan pentingnya
sektor pertanian, pembangunan infrastruktur, jaringan jalan, tol laut, dan
sejumlah megaproyek lainnya. Kalau kita lihat statistik Indonesia, dalam hal
nilai tukar, maka nilai tukar yang didapat petani (NTP) dibandingkan berapa
yang harus dibayar petani hingga kini masih belum seperti yang diharapkan,
karena baru mencapai 102:100. Dengan kondisi seperti ini, maka dalam struktur
kepemerintahan ini, posisi petani selalu tertinggal. Mereka selalu menjadi
objek, bukan menjadi subyek dalam pembangunan.
Prospek bidang pertanian dalam
pemerintahan Jokowi dengan demikian dapat kita ukur dari apakah NTP-nya kelak
naik ataukah malah menurun. Yang dapat kita lihat saat ini adalah fokus APBN
tertuju untuk pembangunan infrastruktur. Jadi dapat kita simpulkan bahwa
kebijakan Jokowi dalam bidang pertanian sampai saat ini sudah berada pada jalur
yang benar.
·
Ketiga, kebijakan peluncuran Kartu Indonesia
Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Indonesia Sejahtera, merupakan hal
yang patut diapresiasi. Tentu saja mengelola 250 juta penduduk Indonesia yang
tersebar dari Sabang sampai Merauke tidaklah mudah. Pasti akan banyak
permasalahan yang menghadang dalam pelaksanaan program ini nantinya.
·
Keempat adalah kedaulatan maritim. Inilah untuk
pertama kalinya pemerintahan Indonesia melihat ke laut, kawasan yang selama ini
terabaikan. Selama ini laut Indonesia yang meliputi sekitar 2/3 luas wilayah
Indonesia lebih banyak menyejahterakan bangsa lain daripada bangsa Indonesia
sendiri. Tragisnya, walaupum 2/3 luas wilayah Indonesia adalah laut, tapi
masyarakat yang termiskin di Indonesia adalah kaum nelayan.
Selama bertahun-tahun, terkesan tak
pernah ada upaya pemerintah untuk mengubah kondisi ini. Tapi kemudian di balik
gencarnya usaha pemerintahan Jokowi dalam melaksanakan program pembangunan
sektor kemaritiman, nampak ada keinginan kuat untuk mengangkat derajat kaum
terbawah di Indonesia, yaitu para nelayan. Ini sebuah langkah yang patut
mendapat apresiasi.
No comments:
Post a Comment