Friday, 16 December 2016

Mengenal Ilmu Pemerintahan



1. Pengertian Pemerintah, Pemerintahan, dan Ilmu Pemerintahan
Ø Pemerintah
·        Sayre (dalam Suradinata) : Pemerintah sebagai lembaga Negara yang terorganisir yang memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya.
·        Suradinata : Pemerintah adalah organisasi yang mempunyai kekuatan besar dalam suatu Negara, mencakup urusan masyarakat, territorial, dan urusan kekuasaan dalam rangka mencapai tujuan Negara.
·        Ndraha : Pemerintah adalah segenap alat perlengkapan Negara atau lembaga-lembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian, pada umumnya Pemerintah adalah sekelompok individu yang mempunyai wewenang tertentu untuk melaksanakan kekuasaan atau sekelompok individu yang mempunyai dan melaksanakan wewenang yang syah dan melindungi serta meningkatkan melalui perbuatan dan pelaksanaan berbagai keputusan yang dibuat pemerintah berdasarkan perundang-undangan baik tertulis maupun tidak.
Ø Pemerintahan
·         J.S.T Simorangkir : Pemerintahan adalah sebagai organ (alat) negara yang menjalankan tugas (fungsi) dan pengertian pemerintahan sebagai fungsi daripada pemerintah.
·         Muh. Kusnardi : Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan yang tidak hanya menjalankan tugas eksekutif saja melainkan juga meliputi tugas-tugas lainya, termasuk legistlatif dan yudikatif.
·         U. Rosenal : Pemerintahan adalah ilmu yang menggeluti studi tentang penunjukan cara kerja kedalam dan keluar struktur dan proses pemerintahan umum.
Ø Ilmu Pemerintahan
·         Menurut C.F. Strong dalam bukunya Modern Political Constitution, pemerintah mesti memiliki kekuasaan militer, legislatif dan keuangan.
·         Menurut Drs. Musanef, Ilmu Pemerintahan adalah suatu ilmu yang menyelidiki bagaimana mencari orang-orang terbaik dari setiap dinas umum sebagai suatu kebulatan yang menyelidiki secara sistematis problema-probelama sentralisasi, desentralisasi koordinasi pengawasan ke dalam dan keluar.
·         Menurut Prof. DR. H. A. Brasz, Ilmu Pemerintahan dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang cara bagaimana lembaga/dinas pemerintahan umum itu disusun dan difungsikan, baik secara internal maupun keluar terhadap warganya.
REFERENSI
Ø Pemerintah
Ø Pemerintahan
Ø  Ilmu Pemerintahan
Prof. DR. H. Inu Kencana Syafiie M.Si., (2013). Ilmu Pemerintahan Edisi Revisi Kedua. Bandung:Mandar Maju.














2. Ruang Lingkup Ilmu Pemerintahan
            Sebegitu luasnya ruang lingkup ilmu pemerintahan, sehingga dapat pula mencakup ilmu sosial lain terutama yang memiliki objek materialnya Negara, yaitu antara lain ilmu politik, administrasi Negara, hukum tata Negara dan Negara sendiri.
            Dengan demikian ruang lingkup ilmu pemerintahan dapat diuraikan sebagai berikut:
Di bidang peraturan perundangan yang banyak ditulis oleh para pakar ilmu hukum, yaitu:
a. Pembahasan Konstitusi (tertulis maupun tidak tertulis).
b. Hukum kewarganegaraan dan asas pemakaiannya.
c. Hukum pemerintahan daerah dan pusat.
Di bidang ketatalaksanaan yang banyak ditulis oleh para pakar ilmu administrasi yaitu:
a. Administrasi Pemerintahan Pusat
b. Administrasi Pemerintahan Daerah
c. Administrasi Pemerintahan Kecamatan
d. Administrasi Pemerintahan Kelurahan
e. Administrasi Pemerintahan Desa
f. Administrasi Pemerintahan Tingkat Departemen
g. Administrasi Lembaga Non Departemen
Di bidang kekuasan yang banyak ditulis oleh para pakar ilmu politik, yaitu:
a. Kebijaksanaan Internasional dan Politik Luar Negeri.
b. Organisasi Politik (infrastruktur dan suprastruktur).
c. Kebijaksanaan Pemerintahan.
d. Pendapat umum dalam pembuatan peraturan dan lain-lain.
Di bidang kenegaraan yang banyak ditulis oleh para pakar filsafat, yaitu:
a. Tugas, hak dan kewenangan Pemerintahan.
b. Tipe, bentuk dan system Pemerintahan.
c. Fungsi, unsure dan prinsip Pemerintahan.
Di bidang pemikiran hakiki yang banyak ditulis oleh para pakar ilmu filsafat, yaitu:
a. Etika Pemerintahan.
b. Seni Pemerintahan
c. Sekularisme dan Pemerintahan Agama.
d. Hakekat Pemerintahan.
Di hubungan-hubungan pemerintahan yang banyak ditulis oleh para pakar pemerintahan sendiri, sebagai kajian inti, yaitu:
a. Hubungan antar kekuasaan (lembaga tinggi Negara).
b. Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
c. Hubungan antar Departemen dan Lembaga non Departemen.
d. Hubungan antara Pemerintah dengan Masyarakat.
e. Gejala dan Peristiwa Pemerintahan.
f. Teori, asas, teknik, objek, subjek, metodologi, proses dan sistematika pemerintahan.
g. Pengkajian pemerintahan dalam dimensi ruang (perbandingan pemerintahan di berbagai Negara).
h. Pengkajian pemerintahan dalam dimensi waktu (sejarah pemerintahan dulu, kini dan esok).
i. Sistem Pemerintahan
REFERENSI
          Prof. DR. H. Inu Kencana Syafiie M.Si., (2013). Ilmu Pemerintahan Edisi Revisi Kedua. Bandung:Mandar Maju.








          3. Pendekatan Ilmu Pemerintahan
          Secara etimologi kata metodologi dapat pula diuraikan, yaitu metode berarti cara, sedangkan logi (berasal dari kata logos) berarti ilmu pengetahuan. Jadi metodologi merupakan ilmu pengetahuan tentang cara untuk mengerjakan sesuatu agar diperoleh pengertian ilmiah terhadap suatu pengertian yang benar.
            Metode yang dipakai dalam ilmu pemerintahan:
a.      Metode Induksi
Metode induksi yaitu suatu metode yang menarik kesimpulan dari fakta dan data yang diperoleh. Contoh yaitu dalam cara untuk mengambil kesimpulan dalam hubungan Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah, hubungan antar lembaga ataupun departemen, hubungan antara yang memerintah dengan yang diperintah, maka dalam kenyataan di lapangan kita terlebih dahulu mengumpulkan seperangkat fakta dan data.
b.      Metode Deduksi
Metode deduksi yaitu suatu metode yang menganalisis fakta dan data yang diperoleh, dengan menguraikannya. Contoh yaitu dalam cara penganalisaan fakta dan data peristiwa-peristiwa pemerintahan, gejala-gejala pemerintahan dan hubungan-hubungan pemerintahan, dimaksimalkan potensi akal agar tercipta kerasionalan.
c.       Metode Dialektis
Metode dialektis yaitu suatu metode tanya jawab untuk mencari pengertian. Sebagai contoh yaitu dalam cara yang memakai teknik komunikasi ini diperoleh hubungan horizontal antara semua pihak, baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara lembaga ataupun departemen maupun antara pemerintah dan masyarakat agar tidak terjadi ketimpangan. Sebaliknya diharapkan ada saling pengenalan diri, keterbukaan, serta akseptabilitas.
d.      Metode Filosofis
Metode filosofis yaitu suatu metode yang mengkaji sedalam-dalamnya segala sesuatunya itu, sehingga sampai pada inti hakikat. Sebagai contoh yaitu dalam cara pengkajian kebenaran keberadaan ilmu pemerintahan, segala sesuatu yang berkenaan dengan ilmu pemerintahan ditelusuri sampai pada substansinya, yang subkomponennya adalah kuantitas, kualitas, kedudukan, wujud, ruang, waktu, aski paksi dan relasi pemerintah.
e.       Metode Perbandingan
Metode perbandingan yaitu suatu metode yang mengukur sesuatu berdasarkan perbedaan dan persamaan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang sejenis. Sebagai contoh yaitu dengan membuat criteria pengukuran pemerintahan terlebih dahulu, untuk menentukan sudut pandang, dalam hal ini hubungan-hubungan pemerintahan itu sendiri.
f.        Metode Sejarah
Metode sejarah yaitu suatu metode yang menganalisa kenyataan perjalanan waktu (sejarah) ini. Sebagai contoh yaitu dengan mengkaji ulang setiap bagian yang akan dibahas dan dipersoalkan dari suatu daerah, wilayah atau tempat yang masa jayanya sudah berlalu, pengkajian terutama tentang system pemerintahannya (yang senantiasa berbeda dalam perubahan dimensi ruang dan waktu).
g.      Metode Fungsional
Metode fungsional yaitu suatu metode yang dalam proses penyelidikannya membahas objek dan gejala, dalam hal ini objek pemerintahan (baik objek materialnya yaitu Negara, maupun objek formalnya yaitu hubungan-hubungan pemerintahan) serta gejala-gejala pemerintahan. Sebagai contoh yaitu dalam metode ini terdapat hubungan timbale-balik antara yang memerintah dan yang diperintah, hubungan pemerintah Pusat dan Daerah, serta hubungan antar lembaga dan departemen.
h.      Metode Sistematis
Metode sistematis yaitu suatu metode yang berangkat dari penghimpunan bahan-bahan secara teratur, berkesinambungan, kait-mengkait satu dengan yang lain, serta memiliki kesatuan arah tujuan. Sebagai contoh yaitu dapatnya dilukiskan keseluruhan uraian-uraian, mulai dari nilai-nilai luhur pemerintahan, klasifikasi pemerintahan dan evaluasi keberadaan pemerintahan (misalnya ditinjau dari aspek etika, estetika dan logika).

i.        Metode Hukum
Metode hukum yaitu suatu metode yang menitikberatkan pada segi yuridis. Inilah sebabnya kemudian ilmu pemerintahan menjadi bertumpang tindinh dengan ilmu hukum tata Negara dan ilmu hukum tata usaha Negara. Contoh penggunaan cara ini adalah mengandalkan keserasian hubungan pemerintah, yang melahirkan kewajiban antara yang memerintah dengan yang diperintah, sehingga merupakan aturan yang harus diikuti, baik selaku norma kesusilaan, maupun selaku aturan tingkah laku yang pada gilirannya akan semakin meningkat.
j.        Metode Sinkretis
Metode sinkretis yaitu suatu metode yang menggabungkan factor. Jadi dengan caraini berbagai factor-faktor, data, aliran, keilmuan dan system digabung serta disatukan untuk mendapatkan pemikiran yang objektif. Contoh dapat diambil dari usaha penolakan keras terhadap sekularisme yaitu ilmu-ilmu kerohanian di satu pihak digabung pemakaiannya dengan ilmu-ilmu kenegaraan di lain pihak. Hasil perolehannya bukan berarti merupakan theokrasi, di mana sang penguasa ditempatkan sebagai anak Tuhan, sama sekali tidak. Tetapi menjadikan salah satu kitab suci yang dianggap mampu secara logika menjadi acuan pembeda antara baik dan buruk dalam ilmu pemerintahan.

Demikianlah metode-metode yang dapat dipergunalan dalam ilmu pemerintahan, agar
selanjutnya dijadikan acuan penetaoan criteria ilmu pengetahuan khususnya di bidang
disiplin ilmu pemerintahan untuk dapat membuat kita lebih meningkatkan pengertian
keilmiahan terhadap suatu objek.

REFERENSI
Prof. DR. H. Inu Kencana Syafiie M.Si., (2013). Ilmu Pemerintahan Edisi Revisi Kedua. Bandung:Mandar Maju.




          4. Perkembangan Ilmu Pemerintahan
          Sejak pertama kali manusia diciptakan Allah SWT, ia telah dilengkapi dengan jiwa. Jiwa inilah yang memiliki ambisi untuk menguasai, keinginan untuk bergaul dan bekerja sama, serta membudaya membuat peraturan untuk kelangsungan hidupnya.
            Di zaman Yunani kuno Negara masih berbentuk sebatas kota, sehingga pemerintahan hanya terbatas pada Negara kota. Di zaman India dan Tiongkok Kuno, pemerintah terutama hanya membahas masalah manusia itu sendiri, sehingga pemerintahan banyak ditulis dalam bentuk perenungan filsafat. Di Mesir Keno dan Jazirah Arab, pemerintahan diatur dengan suasana padang pasir yang keras, sehingga Firaun pada mulanya tampak sentralistik sekali, kendati Nabi Muhammad SAW menerapkan system pemerintahan langit yang transcendental terhadap pemerintahan bumi yang nyata.
            Di Indonesia tempo dulu, tercatat kerajaan Kutai, Sriwijaya dan Majapahit yang dalam pemerintahannya sudah mengenal keputusan-keputusan yang dikeluarkan raja.
            Orang-orang Spartan dan Athena zaman dulu itu menanamkan cara memerintah dengan kebenaran murni yang akan menciptakan suasana kemasyarakatan missal yang baik.
            Tetapi kemudian paham itu terbagi dua, pertama yaitu mereka yang melihat pengaturan pemerintahan itu harus diseimbangkan dengan pengaturan alam yang harmonis dan seirama. Paham ini kemudian dianggap abstrak.
            Paham kedua yaitu mereka yang memisahkan antara agama, kepercayaan dan filsafat di satu pihak dengan budaya, doktrin dan politik di lain pihak. Mereka memang mempraktikkan politik sesuai dengan kenyataan realita kehidupan.
            Sebagian besar dari para filosog memang membahas filsafat pemerintahan. Tokoh utamanya adalah Plato walaupun beliau juga mempunyai guru dan murid. Plato (428-347 SM) menerima ajaran guru besarnya Socrates dan Phytagoras yang masing-masing mengajarkan sebagai berikut:
1.         Kebijakan itu berisi pengetahuan tentang yang baik-baik. Oleh karena itu masalahnya adalah bagaimana membangun Negara dan pemerintahannya agar di dalamnya semua orang tertarik pada kebijakan tersebut. Dengan demikian pelaksanaan pemerintahan mengacu pada agama, kepercayaan yang transcendental, rohaniah, dan metafisika.
2.         Kebajikan itu abstrak sifatnya, tetapi ilmu pengetahuan tentang yang abstrak lebih nyata dibandingkan ilmu pengetahuan yang terwujud di dunia empiris, sekalipun hal itu adalah pengalaman yang terlihat dan merupakan realita yang bisa ditangkap dengan indera.
            Karena kedua pendapat ini tidak bertolak belakamg. Plato tidak kesulitan mencernanya bahkan menjadi pengantu fanatic. Itulah sebabnya paradigm ini kemudian menjadi paradigm theokratis, tetapi bukan melulu menentang asas rasionalistis. Plato masih tetap dalam bentuk utopia yang mempunyai wewenang, perhatian utamanya pada pemerintahan Tuhan, apa yang diikhtisarkan oleh Wahyu, menjadi perantara manusia, maka masyarakat yang baik menjadi masyarakat Tuhan yang mengikuti hukum Tuhan.
            Dalam bukunya “Republic” Plato mengemukakan postulat utopia pertama, yang di dalamnya mereka yang mempunyai kekuatan nalar terbesar untuk memerintah. Dalam buku ini pulalah Plato membicarakan tentang bentuk pemerintahan yang ideal.
            Perkembangan ilmu pemerintahan di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ilmu pemerintahan di Negara-negara yang pernah menjajah bangsa Indonesia. Akan halnya ilmu politik yang mengkaji berbagai cara perebutan kekuasaan, sudah barang tentu tidak diinginkan perkembangan di Indonesia oleh pihak penjajah.
            Selama tiga setengah abad dijajah Belanda dan tiga setengah tahun dijajah Jepang, pandangan buruk bangsa Indonesia terhadap ilmu politik semakin parah, begitu juga terhadap ilmu pemerintahan di negeri Belanda dianggap menjadi cabang ilmu politik.
            Memang ada perbaikan di awal abad 19, terutama ketika Van Deventer menyampaikan utang budi bangsa Belanda terhadap bangsa Indonesia, yang melahirkan sejenis etika pemerintahan. Tetapi usaha tersebut terbatas hanya pada kepentingan Belanda, dalam mengisi kantor-kantor pemerintah dengan tenaga-tenaga terampil.
            Misalnya dengan mendirikan sekolah untuk para calon kader, yang mendidik calon-calon pegawai pamong praja di berbagai tempat di Indonesia. Sekolah ini diberi nama Hoofden School. Sekolah ini kemudian ditingkatkan menjadi OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsch Ambtenaren) dengan pendidikan selama 5 (lima) tahun. Penerimaan diperoleh dari alumnus HIS (Holland Indlandsche School).
            Karena pada sekolah-sekolah umum seperti HIS dapat dilanjutkan ke tingkat MULO, maka untuk para lulusan MULO juga dapat melanjutkan sekolah pemerintahan bernama MOSVIA (Middlebare Opleiding School Voor Inlandsch Ambtenaren) yang dididik selama 3 (tiga) tahun. Tetapi sudah barang tentu ilmu pemerintahan tidak diajarkan secara nyata dan tegas.
            Untuk tingkat yang lebih tinggi lagi, para alumnus MOSVIA dapat melanjutkan pendidikannya pada Sekolah Tinggi Hukum (Rechts Hooge School), dimana sebagai salah satu fakultasnya dibentuk Bestuurs Academie. Hanya mata kuliah ilmu pemerintahan disampaikan dalam bentuk ilmu hukum tata Negara, untuk menghilangkan segi-segi politisnya yang berbahaya untuk masyarakat pribumi (inlander). Namun demikian pada keseluruhan sekolah yang disampaikan tersebut di atas, adalah untuk mempersiapkan para Pangreh Praja.
            Jadi para pejabat pemerintahan dalam negeri (binnen landsch bestuur ambtenaren) terdiri dari orang-orang Hindia Belanda dan Eropa itu sendiri dan orang pribumi yang terdidik yang umumnya diisi oleh para bangsawan.
            Beberapa tahun setelah Indonesia merdeka. Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri dan Menteri Penerangan melaksanakan kerja sama yang bertujuan untuk mencetak tenaga-tenaga terampil yang melanjutkan mesin pemerintahan pada waktu mendatang.
            Sehingga diselenggarakanlah pengajaran ilmu pemerintahan di Fakultas Ilmi-Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajahmada, sebagai perguruan tinggi yang paling tua di Indonesia.
            Usaha ini ditingkatkan lagi lebih terorganisir yaitu dengan dibukanya Jurusan Ilmu Pemerintahan pada Fakultas HESP (Hukum, Ekonomi, Sosial dan Politik) pada tahun 1955 yang tujuannya adalah untuk menyediakan tenaga-tenaga terampil bagi Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri dan Departemen Penerangan.
            Pada tahun 1950 jurusan Ilmu Pemerintahan UGM ditiadakan. Menurut Bapak Mariun salah seorang sesepuh dan pengajar senior Ilmu pemerintahan di Universitas Gajahmada ini, pembubaran tersebut ada kaitannya dengan ketidakjelasan batasan antara ilmu pemerintahan dengan ilmu administrasi Negara.
            Bersama dengan diundangkannya UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pemerintahan Daerah, maka pada tahun 1965 itu juga didirikan kembali jurusan Ilmu Pemerintahan di Universitas Gajahmada Yogyakarta, dengan maksud untuk mencetak kader-kader pamong praja yang terampil menganalisa pengambilan keputusan dan berpikir kritis dalam usaha mengatasi segala persoalan yang berkembang dalam masyarakat serta kreativitas dalam bertindak.
            Hanya kemudian yang terlihat bahwa kurikulum tersedia menunjukkan studi ilmu pemerintahan lebih mengarah pada pengkajian dan pengajaran hukum tata Negara.
            Di samping itu pada tahun 1956 di Malan didirikan pula Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) karena Departemen Dalam Negeri juga merasa perlu untuk mencetak kader-kader pemerintahan yang mempunyai pendidikan ilmu pemerintahan ditambah dengan pengalaman dalam praktek kepemimpinan pemerintahan. Peresmian tersebut dilakukan oleh Presiden RI Ir. Soekarno pada tanggal 17 Maret 1956.
            Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1956 tentang Pendidikan Dasar untuk Tenaga Pimpinan Pemerintahan, selanjutnya sekolah ini dijabarkan menjadi 20 buah APDN seluruh Indonesia. Namun setelah berlangsung 25 tahun, berdasarkan Surat Keputusan Mendagri No. 38 Tahun 1988 tanggal 22 Agustus 1988 APDN diintegrasikan kembali di Jatinangor.
            Pada tahun 1992, dalam rangka peningkatan calon pimpinan pemerintahan yang akan melaksanakan tugas secara professional dengan wawasan luas, dikeluarkanlah Surat Keputusan Presiden RI Nomor 42 Tahun 1992 tentang pendirian Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) sebagai peningkatan status APDN. Peresmiannya dilakukan oleh Presiden RI Soeharto pada tanggal 24 Agustus 1992.
            Itulah sebabnya sekolah kedinasan yang pendiriannya dihadiri oleh kedua Presiden RI ini, dan kajian khususnya adalah ilmu pemerintahan ini, diisukan menjadi sekolah calon Presiden abad mendatang. Kelanjutan sekolah ini adalah Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) di Jakarta yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 119 Tahun 1967. Di IIP inilah diharapkan lahir pakar-pakar ilmu pemerintahan.
            Baik APDN, IIP maupun STPDN dalam mengajarkan ilmu pemerintahan dari cabang-cabangnya, dari mula pertama sampai sekarang meliputi:
1.      Pengantar Ilmu Pemerintahan dan Politik Indonesia
2.      Ilmu Perbandingan Pemerintahan dan Administrasi
3.      Hukum Perbandingan Pemerintahan
4.      Pengantar Ilmu Pemerintahan
5.      Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan
6.      Ilmu Pemerintahan
7.      Tata Hukum Pemerintahan
8.      Sistem dan Organisasi Pemerintahan RI
9.      Administrasi Pemerintahan Daerah
10.  Hukum Adat dalam Pemerintahan
11.  Administrasi Pemerintahan Desa
12.  Hubungan Manusia dalam Pemerintahan
13.  Perusahaan Pemerintahan
14.  Etika Pemerintahan
15.  Kapita Selekta Pemerintahan
16.  Perbandingan Pemerintahan
17.  Ekologi Pemerintahan
18.  Sejarah Pemerintahan di Indonesia
19.  Metodologi Ilmu Pemerintahan
20.  Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia
21.  Pemerintahan Daerah
22.  Analisa Sistem Dekonsentrasi dan Desentralisasi Pemerintahan
23.  Analisa Administrasi Pemerintahan di Daerah
24.  Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
25.  Kebijaksanaan Pemerintahan
26.  Politik dan Pemerintahan di Indonesia
27.  Pembangunan Politik, Pemerintahan dan Administrasi.
28.  Ekologi Administrasi Pemerintahan Daerah
29.  Akunting Pemerintahan
30.  System pemerintahan Indonesia
31.  Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan
Dengan demikian cabang-cabang ilmu pemerintahan lain yang belum sempat diajarkan antara lain yaitu:
1.      Sosiologi Pemerintahan
2.      Ilmu Jiwa Pemerintahan
3.      Komunikasi Pemerintahan
4.      Ilmu Pemerintahan dan Agama
5.      Hukum Pemerintahan (umum)
6.      Sejarah Pemerintahan (umum)
7.      Administrasi Pemerintahan (umum)
Pengkajian ilmu-ilmu lain yang tidak ada kaitannya dengan ilmu pemerintahan dalam penulisan tersebut di atas, tidak penulis cantumkan.
REFERENSI
Prof. DR. H. Inu Kencana Syafiie M.Si., (2013). Ilmu Pemerintahan Edisi Revisi Kedua. Bandung:Mandar Maju.





          5. Teknik-teknik Pemerintahan
          Yang dimaksud dengan teknik-teknik pemerintahan adalah berbagai pengetahuan, kepandaian dan keahlian tertentu dalam cara yang dapat ditempuh atau digunakan untuk melaksanakan dan menyelenggarakan berbagai peristiwa-peristiwa pemerintahan.
            Untuk teknik pemerintahan di Indonesia ini, perlu diketahui beberapa teknik sebagai berikut:
a. Koordinasi
            Menurut Prof. Terry koordinasi adalah:
                        Coordination is the orderly synchronization of efforts to provide the proper amount, timing and execution resulting harmonious and unified action to stated objective.
            Melihat pengertian di atas, maka unsur-unsur yang diperlukan dalam koordinasi adalah sebagai berikut:
-          Pengaturan
-          Sinkronisasi
-          Kepentingan bersama
-          Tujuan bersama
b. Partisipasi
            Menurut Davis partisipasi adalah sebagai berikut:
                        Participation is defined as an individuals mental and emotional involvement un a group situation that encourages him to contribute to group goals and tho share responsibility fot them.
c. Desentralisasi
            Menurut UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah desentralisasi adalah sebagai berikut:
                        Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat atau Daerah tingkat atasnya kepada Pemerintah Daerah, untuk menjadi urusan rumah tangganya.
d. Dekonsentrasi
            Menurut UU No. 5 Tahun  1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah dekonsentrasi adalah sebagai berikut:
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat atau Kepala Wilayah, atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabatnya di Daerah.
e. Sentralisasi
            Sentralisasi adalah pemusatan kekuasaan pada pemerintahan pusat, dalam hubungan pusat dan daerah, pada suatu system pemerintahan.
f. Integrasi
            Integrasi adalah usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi sikap rakyat sedemikian rupa sehingga mereka dapat memberi keputusan kepada organisasi atau pemerintah pusat. Misalnya usaha pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap Irian Jaya dan Timor Timur (masing-masing dijadikan Propinsi Daerah Tingkat I), sehingga dengan hubungan antar pusat dan daerah dan tindakan disipliner yang baik kegiatan-kegiatan menjadi saling mengisi dan terarah dalam mencapai tugas pokok, demi perbaikan kepentingan Negara dan bangsa.
g. Delegasi
            Delegasi adalah suatu proses dimana otoritas seorang atasan diteruskan ke bawah kepada seorang bawahan
REFERENSI
Prof. DR. H. Inu Kencana Syafiie M.Si., (2013). Ilmu Pemerintahan Edisi Revisi Kedua. Bandung:Mandar Maju.



6. Bentuk-bentuk Pemerintahan
Ø  Bentuk Pemerintahan Klasik
Teori-teori tentang bentuk pemerintahan klasik pada umumnya masih menggabungkan bentuk negara dan bentuk pemerintahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mac Iver dan Leon Duguit yang menyetakan bahwa bentuk negara sama dengan bentuk pemerintahan. Prof. Padmo Wahyono, SH juga berpendapat bahwa bentuk negara aristokrasi dan demokrasi adalah bentuk pemerintahan klasik, sedangkan monarki dan republik adalah bentuk pemerintahan modern. 
Dalam teori klasik pemerintahan dapat dibedakan atas jumlah orang yang memerintah dan sifat pemerintahannya.

Ajaran plato (249 – 347 SM) 
Plato mengemukakan lima bentuk pemerintahan negara. Kelima bentuk itu menurut Plato harus sesuai dengan sifat – sifat tertentu manusia. Adapun kelima bentuk itu sebagai berikut. 
  1. Aristrokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipengang oleh kaum cendikiawan yang dilaksanakan sesuai dengan pikiran keadilan, 
  2. Timokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh orang – orang yang ingin mencapai kemashuran dan kehormatan, 
  3. Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh golongan hartawan, 
  4. Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat jelata, 
  5. Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seorang tirani (sewenang – wenang) sehingga jauh dari cita – cita keadilan.
Ajaran Aristoteles (384 – 322 SM) 
Aristoteles membedakan bentuk pemerintahan berdasarkan dua kriteria pokok, yaitu jumlah orang memegang pucuk pemerintahan dan kualitas pemerintahannya. Berdasarkan dua kriteria tersebut, perbedaan bentuk pemerintahan adalah sebagai berikut. 
  1. Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dibentuk oleh satu orang demi kepentigan umum, sifat pemerintahan ini baik dan ideal. 
  2. Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang dibentuk oleh saru orang demi kepentingan pribadi, bentuk pemerintahan ini buruk dan kemerosotan. 
  3. Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi kepentingan kelompoknya. Bentuk pemerintahan ini merupakan pemerosotan dan buruk. 
  4. Politea, yaitu bentuk pemerintahan yang dianggap oleh seluruh rakyat demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini baik dan ideal. 
  5. Demokrasi, yaitu pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang tertentu demi kepentingan sebagina orang. Bentuk pemerintahan ini kurang baik dan merupakan pemerosotan.
Ajaran polybios (204 – 122 M)
Ajaran polybios yang dikenal dengan teori Siklus, sebenarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari Aristoteles dengan sedikit perubahan, yaitu dengan mengganti bentuk pemerintahan ideal politea dan demokrasi.
Monarki adalah bentuk pemerintahan yang pada mulanya mendirikan kekuasaan atas nama rakyat dengan baik dan dapat dipercaya. Namun pada perkembangannya, para penguasa dalam hal ini adalah raja tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum, bahkan cenderung sewenang – wenang dan menindas rakyat. Bentuk pemerintahan monarki bergeser menjadi tirani. 
Dalam situasi pemerintahan tirani yang sewenang – wenang, mumcullah kaum bengsawan yang bersekongkol untuk melawan. Mereka bersatu untuk mengadakan pemberontakan sehingga kekuasaan beralih kepada mereka. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh beberapa orang dan memperhatikan kepentingan umum. Pemerintahan pun berubah dari tirani menjadi aristokrasi. 
Aristokrasi yang semula baik dan memperhatikan kepentingan umum, pada perkembangan tidak lagi menjalankan keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu mengakibatkan pemerintahan Aristokrasi bergeser ke Oligarki. 

Dalam pemerintahan Oligarki yang tidak memiliki keadilan rakyat mengambil alih kekuasaan untuk memperbaiki nasib lewat pemberontakan. Rakyat menjalankan kekuasaan negara demi kepentingan rakyat. Akibatnya, pemerintahan bergeser menjadi demokrasi. Namun, pemerintahan demokrasi yang awalnya baik lama kelamaan banyak diwarnai kekacauan, kebobrokan, dan korupsi sehingga hukum sulit ditegakkan. Akibatnya pemerintahan berubah menjadi okhlokrasi. Dari pemerintahan okhlokrasi ini kemudian muncul seorang yang kuat dan berani yang dengan kekerasan dapat memegang pemeritahan. Dengan demikian, pemerintahan dipengang oleh satu tangan lagi dalam bentuk monarki. 
Perjalanan siklus pemerintahan diatas memperlihatkan kepada kita adanya hubungan kausal (sebab – sebab) antara bentuk pemerintahan yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya polybios beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu dengan yang lain merupakan akibat dari pemerintahan yang sebelumnya telah ada.

Ø  Bentuk Pemerintahan Monarki (Kerajaan)

Leon Duguit dalam bukunya Traite de Droit Constitutional membedakan pemerintahan dalam bentuk monarki dan republik. Perbedaan antara bentuk pemerintahan “monarki” dan “republik” menurut Leon Duguit, adalah ada pada kepala negaranya. Jika ditunjuk berdasarkan hak turun – temurun, maka kita berhadapan dengan Monarki. Kalau kepala negaranya ditunjuk tidak berdasarkan turun – temurun tetapi dipilih, maka kita berhadapan dengan Republik. 
Dalam praktik – praktik ketatanegaraan, bentuk pemerintahan monarki dan republik dapat dibedakan atas:

Monarki absolut 
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang (raja, ratu,, syah, atau kaisar) yang kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja merupakan wewenang yang hrus dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri raja terdapat kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan legislatif yang menyatu dalam ucapan dan perbuatannya. Contoh Perancis semasa Louis XIVdengan semboyannya yang terkenal L’etat C’est Moi (negara adalah saya).

Monarki konstitusional 
Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja yang kekuasaannya dibatasi undang – undang dasar (konstitusi). Proses monarki kontitusional adalah sebagai berikut: 
  1. Ada kalanya proses monarki konstitusional itu datang dari raja itu sendiri karena takut dikudeta. Contohnya: negara Jepang dengan hak octroon. 
  2. Ada kalanya proses monarki konstitusional itu terjadi karena adanya revolusi rakyat terhadap raja. Contohnya: inggris yang melahirkan Bill of Rights I tahun 1689, Yordania, Denmark, Aarab Saudi, Brunei Darussalam.
Monarki parlementer 
Monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam monarki parlementer, kekuasaan, eksekutif dipegang oleh kabinet (perdanan menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagain kepala negara (simbol kekeuasaan) yang kedudukannya ridak dapat diganggu gugat. Bentuk monarki parlementer sampai sekarang masih tetap dilaksanakan di negara Inggris, Belanda, dan Malaysia.

Ø  Bentuk Pemerintahan Republik
Dalam pelaksaaan bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan menjadi republik absolut, republik kontitusional, dan republik parlementer. 

Republik absolut 
Dalam sistem republik absolut, pemerintahan bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan. Penguasa mengakibatkan konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya digunakanlah partai politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada, namun tidak berfungsi. 




Republik konstitusional 
Dalam sistem republik konstitusional, presiden memegang kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping itu, pengawasan yang efektif dilakukan oleh parlemen. 

Republik parlementer 
Dalam sistem republik palementer, presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara. Namun, presiden tidak dapat diganggu – gutat. Sedangkan kepala pemerintah berada di tangan perdana menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen. Dalam sistem ini, kekuasaan legislatif lebih tinggi dari pada kekuasaan eksekutif.         

REFERENSI

Budiyanto. Pendidikan Kewarganegaraan. Penerbit Erlangga.


           









            7. Hubungan-hubungan Pemerintahan
          Dalam subbab objek pemerintahan telah disampaikan bahwa objek ilmu pemerintahan terdiri dari objek material yaitu Negara, dan objek formal yaitu hubungan-hubungan pemerintahan.
            Dalam hubungan-hubungan pemerintahan tersebut terdapat berbagai peristiwa dan gejala pemerintahan. Khusus untuk hubungan pemerintahan antara yang memerintah (pemerintah) dengan yang diperintah (rakyat), dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa pola, antara lain sebagai berikut:
a.      Hubungan Pemerintahan Vertikal
Yaitu hubungan atas bawah antara pemerintah dan rakyatnya, dimana pemerintah sebagai pemegang kendali yang memberikan perintah-perintah kepada rakyat, sedangkan rakyat menjalankan dengan penuh ketaatan.
Sebaiknya dalam pola ini dapat pula rakyat sebagai pemegang otoritas yang diwakili oleh parlemen, sehingga kemudian pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat tersebut.
Sewaktu pemerintah sebagai pemegang kendali berlangsung administrasi pemerintahan, di mana pemerintah sebagai pimpinan menyatakan untuk diikuti. Sedangkan sewaktu rakyat sebagai pemegang kendali berlangsung politik pemerintahan di mana pemerintah mesti aktif mengartikulasikan kepentingan rakyat.
Gambar berikut ini akan memperjelas keterangan:
















PEMERINTAH
 










KETAATAN
 

PERINTAH
 









RAKYAT
 


 























RAKYAT               
 








TANGGUNG JAWAB
 

OTORITAS
 









PEMERINTAH
 

 








Gambar 1: Hubungan-hubungan Pemerintahan dengan Posisi Vertikal.

b.      Hubungan Pemerintahan Horizontal
Yaitu hubungan menyamping kiri kanan antara pemerintah dengan rakyatnya, dimana pemerintah dapat saja berlaku sebagai produsen sedangkan rakyat sebagai konsumen karena rakyatlah yang menjadi pemakai utama barang-barang yang diproduksi pemerintahnya sendiri. Misalnya: Negara-negara Komunis.
Sebaliknya dapat pula pola ini berlaku, yaitu rakyat yang menjadi produsen sedangkan pemerintah menjadi konsumennya, karena seluruh industry raksasa milik rakyat dipakai sendiri oleh pemerintahnya sendiri. Misalnya: Negara Jepang.
Gambar berikut ini akan memperjelas keterangan:


















PRODUSEN
 









PEMERINTAH
 

RAKYAT
 









KONSUMEN
 





KONSUMEN
 









PEMERINTAH
 

RAKYAT
 









PRODUSEN
 


 














                            Gambar 2: Hubungan-Hubungan Pemerintahan dengan Posisi Horizontal

REFERENSI
Prof. DR. H. Inu Kencana Syafiie M.Si., (2013). Ilmu Pemerintahan Edisi Revisi Kedua. Bandung:Mandar Maju.




















8. Organisasi Kelembagaan Pemerintahan
Sebagai negara demokrasi, pemerintahan Indonesia menerapkan teori trias politika. Trias politika adalah pembagian kekuasaan pemerintahan menjadi tiga bidang yang memiliki kedudukan sejajar. Ketiga bidang tersebut yaitu : 

1.      Legislatif bertugas membuat undang undang. Bidang legislatif adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
2.      Eksekutif bertugas menerapkan atau melaksanakan undang-undang. Bidang eksekutif adalah presiden dan wakil presiden beserta menteri-menteri yang membantunya.
3.      Yudikatif bertugas mempertahankan pelaksanaan undang-undang. Adapun unsur yudikatif terdiri atas Mahkamah Agung(MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga-lembaga negara Indonesia diposisikan sesuai dengan ketiga unsur di depan. Selain lembaga tersebut masih ada lembaga yang lain. Lembaga tersebut antara lain Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK). 
Lembaga-lembaga negara seperti Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga baru. Selain itu amandemen UUD 1945 juga menghapuskan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Sebagai penggantinya, Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasihat dan pertimbangan pada Presiden. 
Berikut adalah nama lembaga-lembaga negara hasil amandemen UUD'45, fungsi, tugas dan wewenangnya. 

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 
Anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum untuk masa jabatan selama lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR. Sebelum UUD 1945 diamandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara. Namun, setelah UUD 1945 istilah lembaga tertinggi negara tidak ada yang ada hanya lembaga negara. Dengan demikian, sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen maka MPR termasuk lembaga negara. 
Sesuai dengan Pasal 3 Ayat 1 UUD 1945 MPR amandemen mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
1.      mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
2.      melantik presiden dan wakil presiden;
3.      memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar.

MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, anggota MPR mempunyai hak berikut ini:
1.      mengajukan usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar;
2.      menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;
3.      memilih dan dipilih;
4.      membela diri;
5.      imunitas;
6.      protokoler;
7.      keuangan dan administratif.

Anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan;
c. menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
e. melaksanakan peranan sebagi wakil rakyat dan wakil daerah.





2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.

Berdasarkan UU Pemilu N0. 10 Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut:
Ø  jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang;
Ø  jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak- banyak 100 orang;
Ø  jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyak- banyaknya 50 orang.
Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili di ibu kota negara. Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna DPR.

Lembaga negara DPR mempunyai fungsi berikut ini :
1.      Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
2.      Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3.      Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang.

DPR sebagai lembaga negara mempunyai hak-hak, antara lain sebagai berikut.
1.      Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
2.      Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3.      Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah mengenai kejadian yang luar biasa yang terdapat di dalam negeri disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Untuk memudahkan tugas anggota DPR maka dibentuk komisi-komisi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai mitra kerja.

3. Dewan Perwakilan Daerah
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga negara baru yang sebelumnya tidak ada. DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD terdiri atas wakil-wakil dari provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. 
Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi tidak sama, tetapi ditetapkan sebanyak-banyaknya empat orang. Jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, tetapi selama bersidang bertempat tinggal di ibu kota Republik Indonesia. Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun.

Sesuai dengan Pasal 22 D UUD 1945 maka kewenangan DPD, antara lain sebagai berikut.
a. Dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.

b. Ikut merancang undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.

c. Dapat memberi pertimbangan kepada DPR yang berkaitan dengan rancangan undang-undang, RAPBN, pajak, pendidikan, dan agama.

d. Dapat melakukan pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dengan daerah, pajak, pendidikan, dan agama.

4. Presiden dan Wakil Presiden
Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, tetapi setelah amandemen UUD1945 presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan tugasnya bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR.
Setelah dilantik, presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan program yang telah ditetapkan sendiri. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebagai seorang kepala negara, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
1.      membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
2.      mengangkat duta dan konsul. Duta adalah perwakilan negara Indonesia di negara sahabat. Duta bertugas di kedutaan besar yang ditempatkan di ibu kota negara sahabat itu. Sedangkan konsul adalah lembaga yang mewakili negara Indonesia di kota tertentu di bawah kedutaan besar kita.
3.      menerima duta dari negara lain
4.      memberi gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya kepada warga negara Indonesia atau warga negara asing yang telah berjasa mengharumkan nama baik Indonesia.
Sebagai seorang kepala pemerintahan, presiden mempunyai kekuasaan tertinggi untukmenyelenggarakan pemerintahan negara Indonesia. Wewenang, hak dan kewajiban Presiden sebagai kepala pemerintahan, diantaranya:
1.      memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar
2.      berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR
3.      menetapkan peraturan pemerintah
4.      memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang- Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa
5.      memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Grasi adalah pengampunan yang diberikan oleh kepala negara kepada orang yang dijatuhi hukuman. Sedangkan rehabilitasi adalah pemulihan nama baik atau kehormatan seseorang yang telah dituduh secara tidak sah atau dilanggar kehormatannya.
6.      memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Amnesti adalah pengampunan atau pengurangan hukuman yang diberikan oleh negara kepada tahanan-tahanan, terutama tahanan politik. Sedangkan abolisi adalah pembatalan tuntutan pidana.
Selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, seorang presiden juga merupakan panglima tertinggi angkatan perang. Dalam kedudukannya seperti ini, presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
1.      menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
2.      membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
3.      menyatakan keadaan bahaya 

5. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Agung adalah pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu diketahui bahwa peradilan di Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara (PTUN).
Kewajiban dan wewenang Mahkamah Agung, antara lain sebagai berikut:
1.      berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang; 
2.      mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi; 
3.      memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi.

6. Mahkamah Konstitusi
            Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga pemegang kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agybg, beserta badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingungan peradilan tata usaha Negara.
            Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap konstitusi, memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara, yang kewenangannya diberikan UUD, memutuskan pembubaran partai politik dan memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
            Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD.

7. Komisi Yudisial
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang berikut ini:
1.      mengusulkan pengangkatan hakim agung;
2.      menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Komisi Yudisial terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan tujuh orang anggota. Masa jabatan anggota Komisi Yudisial lima tahun.

8. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Kedudukan BPK sejajar dengan lembaga negara lainnya. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksan Keuangan yang bebas dan mandiri. Jadi, tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan keuangan negara.
Hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 23 F maka anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh presiden. BPK
berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
            Susunan Badan Pemeriksa Keuangan antara lain adalah berikut:
1.      Seorang ketua merangkap anggota
2.      Seorang wakil ketua merangkap anggota
3.      Lima orang anggota.
9. Dewan Pertimbangan Agung (Likuidasi)
            Lembaga ini sudah dibubarkan dalam sidang MPR sebagai lembaga tertinggi di bidang konstitusi di NKRI ini pada tahun 2002 dalam Sidang Amandemen keempat. Dewan Pertimbangan Agung (DPA) adalah lembaga tinggi Negara di bidang pertimbangan yang memberikan usulan dan tanggapan kepada presiden sebagai kepala Negara serta menjawab pertanyaan yang disampaikan presiden kepada mereka. Jadi sebagai konsekuensi dari berat dan luasnya tugas presiden RI maka semula dirasa perlu suatu badan yang mampu memberikan petunjuk serta pertimbangan kepada presiden. Dulu dewan ini ketua dan anggotanya terdiri dari para mantan rector, para mantan menteri, para mantan rohaniawan dari berbagai agama, para mantan Gubernur, para mantan panglima, para mantan lain-lain yang berpengalaman di bidangnya selama pekerjaannya dulu. Jumlah anggotanya 45 (empat puluh lima) orang sudah termasuk ketuanya. Dengan begitu DPA bertugas memberikan pertimbangan kepada pemerintah dan dalam pemerintahan kerajaan Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan berakhirnya para Khulafah ur Rasyidin, badan ini berdiri dan disebut dengan ahlul ahlu wal aqdi tetapi di Indonesia badan ini tidak bekerja banyak karena hanya sebagai penasehat belaja yang tidak memiliki kewenangan yang memaksa ditambah dengan tidak begitu segannya presiden sebagai kepala Negara. Jadi presiden dan wakil presiden dapat memberikan usul atau menerima usul dari DPA hanya pada akhirnya keputusan tetap di tangan presiden, oleh karena itu apa bedanya dengan penasehat pribadi presiden yang tidak perlu setingkat lembaga tinggi Negara. Mr. Assat dalam bukunya Hukum Tata Negara RI mengatakan bahwa DPA tidak banyak dapat menunjukkan faedahnya dan sukar memberikan tempat yang sesuai dengan kedaulatan rakyat.
REFERENSI
Prof. DR. H. Inu Kencana Syafiie M.Si., (2013). Ilmu Pemerintahan Edisi Revisi Kedua. Bandung:Mandar Maju.

No comments:

Post a Comment