Friday, 16 December 2016

Perbandingan antara Pengawasan dan Pengendalian



a. Pokok-Pokok dari UU No. 5/2014 tentang ASN:
I. Jenis, Status, dan Kedudukan
Pegawai ASN terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan b. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PNS sebagaimana dimaksud merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. Adapun PPPK merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ASN.
"Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara, yang melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah, harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik," bunyi Pasal 8 dan Pasal 9 Ayat (1,2) Undang-Undang ini.
II. Jabatan ASN
Jabatan ASN terdiri atas: a. Jabatan Administrasi; b. Jabatan Fungsional; dan c. Jabatan Pimpinan Tinggi.
Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. Jabatan administrator; b. Jabatan pengawas; dan c. Jabatan pelaksana.
Pejabat dalam jabatan administrator menurut UU ini, bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Adapun pejabat dalam jabatan pengawas bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana; sementara pejabat dalam jabatan pelaksana melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.
"Setiap jabatan sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan," bunyi Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini.
Sedangkan Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional ketrampilan. Untuk jabatan fungsional keahlian terdiri atas: a. Ahli utama; b. Ahli madya; c. Ahli muda; dan d. Ahli pertama. Sementara jabatan fungsional ketrampilan terdiri atas: a. Penyelia; b. Mahir; c. Terampil; dan d. Pemula.
Untuk jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas: a. Jabatan pimpinan tinggi utama; b. Jabatan pimpinan tinggi madya; dan c. Jabatan pimpinan tinggi pratama.
Jabatan Pimpinan Tinggi berfungsi memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui: a. Kepeloporan dalam bidang keahlian profesional; analisis dan rekomendasi kebijakan; dan kepemimpinan manajemen; b. Pengembangan kerjasama dengan instansi lain; dan c. Keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN, dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku ASN.
"Untuk setiap jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan," bunyi Pasal 19 Ayat (3) UU ini sembari menambahkan, ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut UU ini, jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN. Adapun jabatan ASN tertentu dapat diisi dari: a. Prajurit TNI; dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
III. Hak dan Kewajiban
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini menegaskan, PNS berhak memperoleh: a. Gaji, tunjangan, dan fasilitas; b. Cuti; c. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua; d. Perlindungan; dan e. Pengembangan kompetensi. Adapun PPPK berhak memperoleh: a. Gaji dan tunjangan; b. Cuti; c. Perlindungan; dan d. Pengembangan kompetensi.
Sedangkan kewajiban ASN: a. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah; b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang; d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab; f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan; g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan h. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.
"Ketentuan lebih lanjut mengenak hak PNS, hak PPPK, dan kewajiban Pegawai ASN diatur dengan Peraturan Pemerintah," bunyi Pasal 24 UU. No. 5/2014 ini.
IV. Kelembagaan
Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk menyelenggaraan kekuasaan dimaksud, Presiden mendelegasikan kepada:
a. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrrasi (PAN-RB) berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan kebijakan ASN;
b. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap penerapan asas kode etik dan kode perilaku ASN;
c. Lembaga Administrasi Negara (LAN) berkaitan dengan kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN; dan
d. Badan Kepegawaian Negara (BKN) berkaitan dengan kewenangan penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.
"Menteri PAN-RB berwenang menetapkan kebijakan di bidang pendayagunaan Pegawai ASN," bunyi Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.
Undang-Undang ini menyebutkan, kebijakan dimaksud termasuk di antaranya kebutuhan Pegawai ASN secara nasional, skala penggajian, tunjangan Pegawai ASN, sistem pensiun PNS, pemindahan PNS antarjabatan, antardaerah, dan antar instansi.
B. Analisis Bab I sampai bab 5 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
BAB I KETENTUAN UMUM
(Pasal 1)
Dalam undang-undang yang dimaksud dengan : Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas Negara lainya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya diangkat PNS adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh Pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Manajemen ASN adalah pengolahan ASN untuk mengahasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kondisi, dan nepotisme. System informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data mengenai pegawai ASN yang disusun secara sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi.
Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi adalah Pejabat Pimpinan Tinggi. Adapun istilah-istilah dalam ASN, antara lain : Jabatan Administrasi, Pejabat Administrasi, Jabatan Fungsional, Pejabat Fungsional, Pejabat Yang Berwenang, Pejabat Pembina Kepegawaian, Instansi Pemerintah, Instansi Pusat, Instansi Daerah, Menteri, Komisi ASN, Lembaga Administrasi Negara, Badan Kepegawaian Negara. System Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur atau kondisi kecacatan.

BAB II ASAS, PRINSIP, NILAI DASAR, SERTA KODE ETIK DAN KODE PERILAKU (Pasal 2-5)
Adapun asas-asas ASN yang disesuaikan dengan pasal 2 adalah sebagai berikut: 1. Kepastian hukum 2. Profesionalitas 3. Proporsionalitas 4. Keterpaduan 5. Delegasi 6. Netralis 7. Akuntabilitas 8. Efektif dan efisien 9. Keterbukaan 10. Nondiskriminatif 11. Persatuan dan kesatuan 12. Keadilan dan kesetaraan dan, 13. Kesejahteraan.

Prinsip ASN sebagai profesi yang sesuai dengan pasal 3 diantaranya: 1. Nilai dasar 2. Kode etik dan kode perilaku 3. Komitmen, intregitas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan public 4. Kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas 5. Kualifikasi akademik 6. Jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas dan 7. Profesionalitas jabatan. Nilai dasar dalam prinsip (pasal 4) : 1. Memegang teguh ideologi pancasila 2. Setia dan mempertahankan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah 3. Mengabdi pada Negara dan rakyat Indonesia 4. Menjalankan tugas secara professional dan tidak berpihak 5. Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian 6. Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif 7. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah 8. Dst. Kode Etik dan Kode Perilaku (pasal 5): 1. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab dan berintegritas tinggi 2. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin 3. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan 4. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 5. Melaksanakan tugasnya seuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan. 6. Dst

BAB III JENIS, STATUS DAN KEDUDUKAN
Berdasarkan pasal 6, maka jenis pegawai ASN itu terdiri dari PNS & PPPK. Ditinjau dari segi status pada pasal 7, maka PNS merupakan pegawai ASN yang berstatus tetap yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki NIP. Sedangkan status PPPK adalah pegawai ASN yang diangkat karena adanya perjanjian kerja atau kontrak kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yang disesuaikan dengan kebutuhan instansi pemerintah dan ketentuan undang-undang ini. Sedangkan pada pasal 8 dan pada pasal 9, dijelaskan bahwa sebagai pegawai ASN maka kedudukannya sebagai unsur aparatur negara yang mana patuh terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh pimpinan instansi pemerintah serta bebas dari intervensi dari setiap golongan dan bahkan partai politik
BAB IV FUNGSI, TUGAS DAN PERAN
Sesuai dengan pasal 10, maka pegawai ASN itu berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayanan publik serta sebagai sarana untuk merekatkan dan memersatukan bangsa dimana memiliki tugas seperti yang dijelaskan pada pasal 11 yaitu: 1). Melaksanakan kebijakan publik yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dimana kebijakan publik yang dibuat disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2). Sebagai pegawai ASN yang memberikan pelayanan publik, maka pelayanan publik yang diberikan haruslah profesional dan berkualitas. 3). Merupakan tugas yang sangat penting yaitu mempererat persatuan dan kesatuan NKRI. Jadi, dapat ditentukan dengan melakukan peninjauan terhadap atau melalui adanya pelaksanaan kebijakan dan pemberian pelayan publik yang prima dan berkualitas, maka dapat disimpulkan bahwa pegawai ASN ini berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional (pasal 12).
BAB V JABATAN ASN
Pasal 13 menyebutkan bahwa jabatan ASN itu terdiri dari jabatan administrasi, jabatan fungsional dan jabatan pimpinan tinggi. A). Jabatan Administrasi Dalam jabatan ini (pasal 14-15) diuraikan lagi menjadi 3 jenis jabatan administrasi beserta tanggung jawabnya, yaitu: 1). Jabatan administrator Pejabat yang menduduki jabatan ini bertanggung jawab sebagai pemimpin dari seluruh pelaksanaan kegiatan dalam memberikan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. 2). Jabatan pengawas Pejabat yang menduduki jabatan ini bertanggung jawab untuk mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana. 3). Jabatan pelaksana Pejabat yang menduduki jabatan ini bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Jadi, setiap jabatan yang ada itu ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan (pasal16 ) dan untuk ketentuan yang lebih lanjut lagi diatur dalam peraturan pemerintah (pasal 17). B). Jabatan fungsional Pada pasal 18 dijelaskan bahwa di dalam ASN, jabatan fungsional ini terdiri dari: 1). Jabatan fungsional keahlian Selanjutnya, jabatan ini diuraikan lagi sehingga jabatan ini terdiri atas: a). Ahli utama b). Ahli madya c). Ahli muda d). Ahli pertama
Jabatan fungsional keterampilan Jabatan ini selanjutnya diuraikan lagi sehingga jabatan ini terdiri atas: a). Penyelia b). Mahir c). Terampil d). Pemula Sedangkan untuk ketentuan yang lebih lanjut tentang jabatan fungsional baik jabatan fungsional keahlian maupun jabatan fungsional keterampilan diatur dengan peraturan pemerintah. C. Jabatan Pimpinan Tinggi Pada pasal 19 dijelaskan bahwa jabatan ini memiliki fungsi untuk memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui: a. kepeloporan dalam bidang: 1. keahlian profesional; 2. analisis dan rekomendasi kebijakan; dan 3. kepemimpinan manajemen. b. pengembangan kerja sama dengan instansi lain; dan c. keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku ASN. Jabatan ini terdiri dari jabatan pimpinan tinggi utama, jabatan pimpinan tinggi madya dan jabatan pimpinan tinggi pratama. Setiap jabatan ditetapkan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan. Adapun ketentuan lebih lanjut tentang hal-hal sebelumnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sesuai dengan pasal 20, maka jabatan ASN itu diisi dari Pegawai ASN, namun ada jabatan ASN tertentu yang dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan dari anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pengisian jabatan ASN tertentu tersebut dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Untuk ketentuan lebih lanjutnya dan tata cara pengisiannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

a.      Penjelasan Keseluruhan UU ASN No. 5 Tahun 2014
·         Representasi Birokrasi dalam Merit Sistem (Kebijakan afirmasi) terhadap Kekhususan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, memandang  ASN sebagai sebuah profesi, bukan hanya sekedar pegawai, oleh karena itu dibutuhkan kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan sesuai dengan jabatan yang diduduki sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. ASN juga berkewajiban untuk mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya. Dalam hal pengembangan karier, pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa Pengembangan Karier PNS dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah. Selain hal di atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara juga mengatur mengenai :
 1) Pasal 25 ayat (2) point (b) menyatakan bahwa, KASN, berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku ASN.
2) Pasal 28, menyebutkan tujuan dari KASN, antara lain : a. Menjamin terwujudnya Sistem Merit dalam kebijakan dan manajemen ASN; b. Mewujudkan ASN yang profesional, berkinerja tinggi, sejahtera, dan berfungsi sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. Mendukung penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif, efisien, dan terbuka, serta bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme; d. Mewujudkan pegawai ASN yang netral dan tidak membedakan masyarakat yang dilayani berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan; e. Menjamin terbentuknya profesi ASN yang dihormati pegawainya dan masyarakat; f. Mewujudkan ASN yang dinamis dan berbudaya;
3) Untuk tujuan menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN, serta mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa, maka menurut pasa 126 ayat (1) Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia

4) Pasal 127 ayat (1) berbunyi bahwa Untuk menjamin efisiensi, efektifitas dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Informasi ASN tersebut memuat seluruh informasi data pegawai ASN. Dari isi Undang-undang Nomor 5 tentang Aparatur Negara dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan dilaksanakannya merit sistem dalam pengelolaan ASN diharapkan birokrasi akan lebih profesional dan lebih netral karena birokrasi dijalankan oleh personel-personel yang sesuai dengan keahlian dan memiliki kompetensi yang tinggi karena memang direkrut dengan cara-cara yang profesional dan pelaksanaan manjemen ASN tersebut juga diawasi oleh sebuah kelembagaan yang bernama KASN.

·         Peluang Bagi Non PNS untuk Menduduki Jabatan ASN Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara membuka peluang kepada non-pns untuk menduduki posisi strategis di pemerintahan. Posisi yang dimaksud adalah untuk jabatan eselon II bahkan eselon I. Namun, tidak semua jabatan bereselon I dan II bisa diserahkan kepada non PNS, khususnya untuk instansi pemerintan yang telah menerapkan sistem merit dalam pembinaan pegawai ASN dengan persetujuan KASN, seperti yang dijelaskan dalam pasal 111. Tantanganya adalah, dalam Undang-undang Nomo5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tidak menyebutkan batasan atau prasyarat seorang non-pns yang ingin mencalonkan diri untuk menduduki posisi jabatan pimpinan tertinggi. Hal yang dikhawatirkan dengan masih tingginya intervensi politik pada ranah birokrasi di Indonesia, bagaimana sistem manajemen ASN ini dapat mengatur bahwa pengisian posisi strategis tersebut tidak mengandung unsur politik didalamnya. Misalnya dengan memberikan batasan berupa calon yang berasal dari non-pns tidak boleh menjadi kader partai politik selama lima tahun sebelum melamar pada posisi jabatan tinggi negara dan manajemen kinerja yang  jelas dan tegas bagi pemangku jabatan tinggi non-pns yang tidak berkinerja dengan baik.

Kepemimpinan Birokrasi Nasional di Setiap Jenjang Jabatan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN Pasal 131 menyebutkan bahwa pada saat Undang-Undang ASN ini mulai berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan: 1)

Jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara dengan jabatan pimpinan tinggi utama; 2)

Jabatan eselon Ia dan Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya; 3)

Jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama; 4)

Jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator; 5)

Jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan 6)

Jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.

Dengan berlakunya Undang-undang ASN maka akan terjadi perombakan atau reformasi birokrasi di setiap instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah



BAB II
PEMBAHASAN
a.  Pengawasan
·         Pengertian Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi pokok manajemen yang harus dilaksanakan dalam suatu kerja sama atau organisasi agar kesinambungan di suatu kegiatan dapat terjaga sehingga sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, selain itu pengawasan dilaksanakan untuk mengetahui adanya penyimpangan dalam suatu pekerjaan.
Untuk memberikan penjelasan tentang pentingnya pengawasan dalam suatu organisasi, Penulis akan kemukakan beberapa pengertian pengawasan yang didasarkan pada pendapat para ahli.
Siagian mengemukakan pengertian pengawasan sebagai berikut: “Pengawasan ialah proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”. (Siagian, 1994:135).
Sedangkan George R. Terry dalam bukunya Principles Of Managemen memberikan definisi pengawasan sebagai berikut :
“Pengawasan (controlling) dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bilamana perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan standar”. (Hasibuan, 1984:12).
Apabila mengkaji pendapat yang dikemukakan oleh Siagian, maka terlibat bahwa fungsi pengawasan mempunyai kaitan yang erat dengan perencanaan, sehingga pengawasan ini ditujukan untuk mengamati kegiatan atau pelaksanaan pekerjaan yang berjalan, apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kemudian Sarwoto mengemukakan bahwa “pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atas hasil yang dikehendaki”. (Sarwoto, 1994:94).
Mc. Farland dalam bukunya Management Principles and Practises mengemukakan arti pengawasan sebagai berikut : “Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan”. (Handayaningrat, 1996;143).
Dari beberapa pengertian pengawasan tersebut, dapat dikemukakan bahwa pengawasan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan/manager untuk mengetahui bahwa pelaksanaan/hasil kerja sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya, sehingga apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan akan ditanggulangi. Pengawasan juga dimaksudkan untuk mengetahui dan menunjukkan kelemahan-kelemahan yang ada, agar dapat diperbaiki dan mencegah terulangnya kelemahan-kelemahan tersebut.

·         Jenis-Jenis Pengawasan

Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:
1)      Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.

Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.

2)      Pengawasan Preventif dan Represif
   Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.

                Pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.

3)      Pengawasan Aktif dan Pasif
    Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”

4)      Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).


                 Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.” Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan.

B. Pengendalian
v  Pengertian Pengendalian
Pengendalian adalah suatu proses pemantauan prestasi dan pengambilan tindakan untuk menjamin hasil yang diharapkan. Sedangkan Proses Pengendalian manajemen adalah proses dimana manajer pada seluruh tingkatan memastikan bahwa orang-orang yang mereka awasi mengimplementasikan strategi yang di maksud.

            Proses pengendalian
bertujuan megukur kemajuan kearah tujuan dan memungkinkan manajer mendeteksi penyimpangan dari perencanaan tepat pada waktunya untuk mengambil tindakan perbaikan.

v Langkah-Langkah Dalam Proses Pengendalian
Definisi Mockler membagi pengendalian dalam empat langkah:
1.    Penetapan standar dan metode untuk pengukuran prestasi
Langkah ini mencakup standart dan ukuran untuk segala hal
2.    Pengukuran Prestasi
Langkah ini merupakan proses yang berkesinambungan, berulang-ulang dengan frekuensi yang actual tergantung pada jenis aktifitas yang sedang diukur.
3.    Membandingkan hasil-hasil yang telah diukur dengan target atau standard yang telah ditetapkan sebelumnya.
Jika prestasi sesuai dengan standar, manajer dapat mengasumsikan bahwa” Segala sesuatu telah berjalan secara terkendali, ia tidak perlu ikut campur secara aktif dalam operasi organisasi
4.    Mengambil tindakan perbaikan
Ini dilakukan jika prestasi turun di bawah standard dan analisis menunjukan perlunya diambil tindakan. Tindakan perbaikan ini dapat berupa mengadakan perubahan terhadap satu atau lebih banyak aktivitas dalam operasi organisasi. Para manajer hanya memonitor prestasi kerja dan bukan melakukan pengendalian.
Proses pengendalian harus dilaksanakan oleh manajer diseluruh organisasi. Karena pentingnya pengendalian keuangan, ada sebagian orang mengangap bahwa tangungjawab pengendalain ini untuk sebagian besar dapat diserahkan kepada akuntan atau kontroler. Akan tetapi semua manajer perlu mengadakan pengendalian, agar pelaksanaan operasinya dapat berhasil.

v Faktor-Faktor Yang Menciptakan Kebutuhan Akan Pengendalian
Faktor-faktor itu meliputi :
1.    Perubahan.
Merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam lingkungan organisasi manapun. Melalui fungsi pengendalian, manajer mendeteksi perubahan yang mempengaruhi produk atau jasa perusahaan. Ia kemudian dapat mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman atau memanfaatkan peluang yang muncul akibat perubahan tersebut.
2.    Kerumitan.
Yang menambah sifat komplek organisasi zaman sekarang ialah desentralisasi. Desentralisasi dapat mempermudah usaha pengendalian organanisasi, karena operasi organisasi tidak perlu lagi dikontrol oleh kantor pusatnya.
3.    Kesalahan.
Tidak dapat dipungkiri sebagai manusia anggota organisasi juga dapat membuat kesalahan, dengan system pengendalian memungkinkan manajer untuk mendeteksi kesalahan-kesalahan sebelum menjadi gawat.
4.    Delegasi.
Hal ini merupakan salah satu cara manajer untuk menentukan apakah bawahanya melaksanakan tugas yang didelegasikan kepadanya dengan menerapkan system pengendalian.

v Elemen-Elemen Sistem Pengendalian
Eleman-elemen System Pengendalian :
1.    Pelacak ( Detector) atau sensor, sebuah perangkat yang mengukur apa yang sebenarnya terjadi dalam proses yang sedang dikendalikan.
2.    Penaksir ( assessor), suatu perangkat yang menentukan signifikasi dari peristiwa actual dengan membandingkanya dengan bebrapa standar atau ekspetasi dari yang sebenarnya terjadi.
3.    Effektor, suatu perangkat(yamg sering disebut feedback) yang mengubah perilaku jika assessor mengindikasikan kebutuhan yang dipenuhi.
4.    Jaringan komunikasi, perangkat yang meneruskan informasi antara detector dan assessor dan antara assessor dan effektor.

v Jenis-Jenis Metoda Pengendalian
Metode-metode pengendalian dapat dikelompokan menjadi :
1.    Pengendalian pra-tindakan.
Pengendalian pratindakan memastikan bahwa sebelum suatu tindakan diambil maka sumber daya manusia, bahan dan keuangan yang diperlukan telah dianggarkan.
2.    Pengendalian Kemudi, atau Pengendalian Umpan Kedepan.
Pengendalian kemudi dirancang untuk mendeteksi penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan tertentu dan memungkinkan tindakan perbaikan diambil sebelum suatu urutan tertentu dirampungkan.
3.    Pengendalian Penyaringan
Pengendalian penyaringan merupakan suatu proses dimana aspek-aspek spesifik dari suatu prosedur harus disetujui atau syarat tertentu harus dipenuhi sebelum kegiatan dapat dilanjutkan. Pengendalian penyaringan menjadi sangat berguna sebagai alat pengecekan ulang.
4.    Pengendalian Purna Tindakan
Pengendalian purna tindakan mengukur hasil-hasil dari suatu tindakan yang telah dirampungkan.

v Karakteristik Sistem Pengendalian Yang Efektif
System-sistem pengendalian yang dapat dihandalkan dan yang efektif mempunyai karakteristik tertentu yang sama. Arti penting relative dari karakteristik tersebut akan berbeda-beda menurut keadaan masing-masing, tetapi sebagian besar system pengendalian diperkuat oleh kehadiranya.
1.    Akurat, informasi tentang hasil prestasi harus akurat.
2.    Tepat waktu. Informasi harus dikumpulkan, diarahkan dan segera dievaluasi jika hendak diambil tindakan tepat pada waktunya untuk menghasilkan perbaikan Obyektif dan Konprehensif,
3.    informasi dalam system pengendalian harus dapat dipahami dan dianggap onyektif oleh individu yang mengunakanya.
4.    Dipusatkan pada tempat-tempat pengendalian strategic. Sistem pengendalian sebaiknya dipusatkan pada bidang-bidang yang paling banyak akan terjadi penyimpangan dari standar atau yang akan menimbulkan kerugian paling besar. Dari segi ekonomi realistis, biaya untuk mengimpletasi system pengendalianya sebaiknya lebih sedikit atau maksimal sama dengan keuntungan yang diperoleh dari system itu.
5.    Realistis dari segi organisasi
6.    Dikoordinasikan dengan arus pekerjaan organisasi.
7.    Luwes. Sistem pengendalian harus mengandung sifat luwes, sehingga organisasi tersebut dapat segera bertindak untuk mengatasi perubahan-perubahan yang merugikan atau menfaatkan peluang-peluang baru.
8.    Persepektif dan Operasional. Sitem pengendaliaan yang efektif dapat mengidentifikasi, setelah terjadi penyimpangan dari standar, tindakan perbaikan yang perlu diambil.
9.    Diterima oleh para anggota organisasi. Pengendalian harus berkaitan dengan tujuan yang berarti dan dapat diterima. Agar pengendalian bisa berlangsung seperti yang diinginkan, Newman menganjurkan bahwah,standar itu juga harus diterima oleh para anggota organisasi sebagai bagian integral dan adil dari pekerjaan mereka.

C. Perbandingan antara Pengawasan dan Pengendalian
Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya adalah “awas”, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut controlling yang diterjemahkan dengan istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga istilah controlling lebih luas artinya daripada pengawasan. Akan tetapi dikalangan ahli atau sarjana telah disamakan pengertian “controlling” ini dengan pengawasan. Jadi pengawasan adalah termasuk pengendalian. Pengendalian berasal dari kata “kendali”, sehingga pengendalian mengandung arti mengarahkan, memperbaiki, kegiatan, yang salah arah dan meluruskannya menuju arah yang benar. Akan tetapi ada juga yang tidak setuju akan disamakannya istilah controlling ini dengan pengawasan, karena controlling pengertiannya lebih luas daripada pengawasan dimana dikatakan bahwa pengawasan adalah hanya kegiatan mengawasi saja atau hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan saja hasil kegiatan mengawasi tadi, sedangkan controlling adalah disamping melakukan pengawasan juga melakukan kegiatan pengendalian menggerakkan, memperbaiki dan meluruskan menuju arah yang benar.  
Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.



















No comments:

Post a Comment