a. Pokok-Pokok dari UU No. 5/2014
tentang ASN:
I. Jenis, Status, dan Kedudukan
Pegawai ASN terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan
b. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PNS sebagaimana dimaksud
merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian (PPK) dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. Adapun PPPK
merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai dengan kebutuhan Instansi
Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ASN.
"Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur
negara, yang melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi
Pemerintah, harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai
politik," bunyi Pasal 8 dan Pasal 9 Ayat (1,2) Undang-Undang ini.
II. Jabatan ASN
Jabatan ASN terdiri atas: a. Jabatan Administrasi; b.
Jabatan Fungsional; dan c. Jabatan Pimpinan Tinggi.
Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud terdiri atas: a.
Jabatan administrator; b. Jabatan pengawas; dan c. Jabatan pelaksana.
Pejabat dalam jabatan administrator menurut UU ini,
bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta
administrasi pemerintahan dan pembangunan. Adapun pejabat dalam jabatan
pengawas bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
oleh pejabat pelaksana; sementara pejabat dalam jabatan pelaksana melaksanakan
kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.
"Setiap jabatan sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai
dengan kompetensi yang dibutuhkan," bunyi Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 ini.
Sedangkan Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan
fungsional keahlian dan jabatan fungsional ketrampilan. Untuk jabatan
fungsional keahlian terdiri atas: a. Ahli utama; b. Ahli madya; c. Ahli muda;
dan d. Ahli pertama. Sementara jabatan fungsional ketrampilan terdiri atas: a.
Penyelia; b. Mahir; c. Terampil; dan d. Pemula.
Untuk jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas: a. Jabatan
pimpinan tinggi utama; b. Jabatan pimpinan tinggi madya; dan c. Jabatan
pimpinan tinggi pratama.
Jabatan Pimpinan Tinggi berfungsi memimpin dan memotivasi
setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui: a. Kepeloporan dalam
bidang keahlian profesional; analisis dan rekomendasi kebijakan; dan
kepemimpinan manajemen; b. Pengembangan kerjasama dengan instansi lain; dan c.
Keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN, dan melaksanakan kode etik dan
kode perilaku ASN.
"Untuk setiap jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak
jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan," bunyi
Pasal 19 Ayat (3) UU ini sembari menambahkan, ketentuan lebih lanjut mengenai
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan
integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Menurut UU ini, jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN. Adapun
jabatan ASN tertentu dapat diisi dari: a. Prajurit TNI; dan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri).
III. Hak dan Kewajiban
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini menegaskan, PNS berhak
memperoleh: a. Gaji, tunjangan, dan fasilitas; b. Cuti; c. Jaminan pensiun dan
jaminan hari tua; d. Perlindungan; dan e. Pengembangan kompetensi. Adapun PPPK
berhak memperoleh: a. Gaji dan tunjangan; b. Cuti; c. Perlindungan; dan d.
Pengembangan kompetensi.
Sedangkan kewajiban ASN: a. Setia dan taat kepada Pancasila,
UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah; b. Menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa; c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah
yang berwenang; d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; e.
Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan
tanggung jawab; f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku,
ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar
kedinasan; g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia
jabatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan h. Bersedia ditempatkan
di seluruh wilayah NKRI.
"Ketentuan lebih lanjut mengenak hak PNS, hak PPPK, dan
kewajiban Pegawai ASN diatur dengan Peraturan Pemerintah," bunyi Pasal 24
UU. No. 5/2014 ini.
IV. Kelembagaan
Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi
dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Untuk menyelenggaraan kekuasaan dimaksud, Presiden mendelegasikan kepada:
a. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrrasi (PAN-RB) berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan,
koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan
kebijakan ASN;
b. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berkaitan dengan
kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN
untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap penerapan asas
kode etik dan kode perilaku ASN;
c. Lembaga Administrasi Negara (LAN) berkaitan dengan
kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN; dan
d. Badan Kepegawaian Negara (BKN) berkaitan dengan
kewenangan penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.
"Menteri PAN-RB berwenang menetapkan kebijakan di
bidang pendayagunaan Pegawai ASN," bunyi Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 itu.
Undang-Undang ini menyebutkan, kebijakan dimaksud termasuk
di antaranya kebutuhan Pegawai ASN secara nasional, skala penggajian, tunjangan
Pegawai ASN, sistem pensiun PNS, pemindahan PNS antarjabatan, antardaerah, dan
antar instansi.
B. Analisis Bab I
sampai bab 5 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
BAB
I KETENTUAN UMUM
(Pasal
1)
Dalam undang-undang yang dimaksud dengan : Aparatur Sipil
Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil
dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi
pemerintah. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN
adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang
diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan pemerintahan atau diserahi tugas Negara lainya dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya diangkat
PNS adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat
sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh Pembina kepegawaian untuk menduduki
jabatan pemerintahan. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang
selanjutnya disingkat PPPK adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat
tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu
tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Manajemen ASN adalah
pengolahan ASN untuk mengahasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki
nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kondisi, dan nepotisme. System informasi ASN adalah rangkaian
informasi dan data mengenai pegawai ASN yang disusun secara sistematis,
menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi.
Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi adalah
Pejabat Pimpinan Tinggi. Adapun istilah-istilah dalam ASN, antara lain :
Jabatan Administrasi, Pejabat Administrasi, Jabatan Fungsional, Pejabat
Fungsional, Pejabat Yang Berwenang, Pejabat Pembina Kepegawaian, Instansi
Pemerintah, Instansi Pusat, Instansi Daerah, Menteri, Komisi ASN, Lembaga
Administrasi Negara, Badan Kepegawaian Negara. System Merit adalah kebijakan
dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja
secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras,
warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur atau
kondisi kecacatan.
BAB II
ASAS, PRINSIP, NILAI DASAR, SERTA KODE ETIK DAN KODE PERILAKU (Pasal 2-5)
Adapun
asas-asas ASN yang disesuaikan dengan pasal 2 adalah sebagai berikut: 1.
Kepastian hukum 2. Profesionalitas 3. Proporsionalitas 4. Keterpaduan 5.
Delegasi 6. Netralis 7. Akuntabilitas 8. Efektif dan efisien 9. Keterbukaan 10.
Nondiskriminatif 11. Persatuan dan kesatuan 12. Keadilan dan kesetaraan dan,
13. Kesejahteraan.
Prinsip ASN sebagai profesi yang sesuai dengan pasal 3
diantaranya: 1. Nilai dasar 2. Kode etik dan kode perilaku 3. Komitmen,
intregitas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan public 4. Kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugas 5. Kualifikasi akademik 6. Jaminan
perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas dan 7. Profesionalitas jabatan.
Nilai dasar dalam prinsip (pasal 4) : 1. Memegang teguh ideologi pancasila 2.
Setia dan mempertahankan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
pemerintahan yang sah 3. Mengabdi pada Negara dan rakyat Indonesia 4.
Menjalankan tugas secara professional dan tidak berpihak 5. Membuat keputusan
berdasarkan prinsip keahlian 6. Menciptakan lingkungan kerja yang
nondiskriminatif 7. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program
pemerintah 8. Dst. Kode Etik dan Kode Perilaku (pasal 5): 1. Melaksanakan
tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab dan berintegritas tinggi 2. Melaksanakan
tugasnya dengan cermat dan disiplin 3. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan
tanpa tekanan 4. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan 5. Melaksanakan tugasnya seuai dengan perintah atasan atau
Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan etika pemerintahan. 6. Dst
BAB
III JENIS, STATUS DAN KEDUDUKAN
Berdasarkan pasal 6, maka jenis pegawai ASN itu
terdiri dari PNS & PPPK. Ditinjau dari segi status pada pasal 7, maka PNS
merupakan pegawai ASN yang berstatus tetap yang diangkat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian dan memiliki NIP. Sedangkan status PPPK adalah pegawai ASN yang
diangkat karena adanya perjanjian kerja atau kontrak kerja oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian yang disesuaikan dengan kebutuhan instansi pemerintah dan ketentuan
undang-undang ini. Sedangkan pada pasal 8 dan pada pasal 9, dijelaskan bahwa
sebagai pegawai ASN maka kedudukannya sebagai unsur aparatur negara yang mana
patuh terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh pimpinan instansi pemerintah
serta bebas dari intervensi dari setiap golongan dan bahkan partai politik
BAB
IV FUNGSI, TUGAS DAN PERAN
Sesuai dengan pasal 10, maka pegawai ASN itu
berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayanan publik serta sebagai
sarana untuk merekatkan dan memersatukan bangsa dimana memiliki tugas seperti
yang dijelaskan pada pasal 11 yaitu: 1). Melaksanakan kebijakan publik yang
ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dimana kebijakan publik yang dibuat
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2). Sebagai pegawai
ASN yang memberikan pelayanan publik, maka pelayanan publik yang diberikan
haruslah profesional dan berkualitas. 3). Merupakan tugas yang sangat penting
yaitu mempererat persatuan dan kesatuan NKRI. Jadi, dapat ditentukan dengan
melakukan peninjauan terhadap atau melalui adanya pelaksanaan kebijakan dan
pemberian pelayan publik yang prima dan berkualitas, maka dapat disimpulkan
bahwa pegawai ASN ini berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional (pasal 12).
BAB
V JABATAN ASN
Pasal 13 menyebutkan bahwa jabatan ASN itu terdiri dari
jabatan administrasi, jabatan fungsional dan jabatan pimpinan tinggi. A).
Jabatan Administrasi Dalam jabatan ini (pasal 14-15) diuraikan lagi menjadi 3
jenis jabatan administrasi beserta tanggung jawabnya, yaitu: 1). Jabatan
administrator Pejabat yang menduduki jabatan ini bertanggung jawab sebagai
pemimpin dari seluruh pelaksanaan kegiatan dalam memberikan pelayanan publik
serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. 2). Jabatan pengawas Pejabat
yang menduduki jabatan ini bertanggung jawab untuk mengendalikan pelaksanaan
kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana. 3). Jabatan pelaksana Pejabat
yang menduduki jabatan ini bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pelayanan
publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Jadi, setiap jabatan
yang ada itu ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan (pasal16 ) dan
untuk ketentuan yang lebih lanjut lagi diatur dalam peraturan pemerintah (pasal
17). B). Jabatan fungsional Pada pasal 18 dijelaskan bahwa di dalam ASN,
jabatan fungsional ini terdiri dari: 1). Jabatan fungsional keahlian
Selanjutnya, jabatan ini diuraikan lagi sehingga jabatan ini terdiri atas: a).
Ahli utama b). Ahli madya c). Ahli muda d). Ahli pertama
Jabatan
fungsional keterampilan Jabatan ini selanjutnya diuraikan lagi sehingga jabatan
ini terdiri atas: a). Penyelia b). Mahir c). Terampil d). Pemula Sedangkan untuk
ketentuan yang lebih lanjut tentang jabatan fungsional baik jabatan fungsional
keahlian maupun jabatan fungsional keterampilan diatur dengan peraturan
pemerintah. C. Jabatan Pimpinan Tinggi Pada pasal 19 dijelaskan bahwa jabatan
ini memiliki fungsi untuk memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada
Instansi Pemerintah melalui: a. kepeloporan dalam bidang: 1. keahlian
profesional; 2. analisis dan rekomendasi kebijakan; dan 3. kepemimpinan
manajemen. b. pengembangan kerja sama dengan instansi lain; dan c. keteladanan
dalam mengamalkan nilai dasar ASN dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku
ASN. Jabatan ini terdiri dari jabatan pimpinan tinggi utama, jabatan pimpinan
tinggi madya dan jabatan pimpinan tinggi pratama. Setiap jabatan ditetapkan
syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam
jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan. Adapun
ketentuan lebih lanjut tentang hal-hal sebelumnya diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Sesuai dengan pasal 20, maka jabatan ASN itu diisi dari Pegawai
ASN, namun ada jabatan ASN tertentu yang dapat diisi dari prajurit Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dan dari anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pengisian jabatan ASN tertentu tersebut dilaksanakan pada Instansi Pusat
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia dan
Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Untuk ketentuan
lebih lanjutnya dan tata cara pengisiannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. Penjelasan Keseluruhan UU ASN No. 5 Tahun 2014
·
Representasi Birokrasi dalam Merit Sistem
(Kebijakan afirmasi) terhadap Kekhususan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, memandang ASN sebagai sebuah profesi,
bukan hanya sekedar pegawai, oleh karena itu dibutuhkan kompetensi dan
kualifikasi yang diperlukan sesuai dengan jabatan yang diduduki sejalan dengan
tata kelola pemerintahan yang baik. ASN juga berkewajiban untuk mengelola dan
mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya. Dalam hal
pengembangan karier, pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa Pengembangan Karier
PNS dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan
kebutuhan Instansi Pemerintah. Selain hal di atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara juga mengatur mengenai :
1) Pasal 25 ayat (2) point (b) menyatakan bahwa, KASN,
berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan
manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap
penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku ASN.
2)
Pasal 28,
menyebutkan tujuan dari KASN, antara lain : a.
Menjamin
terwujudnya Sistem Merit dalam kebijakan dan manajemen ASN; b.
Mewujudkan
ASN yang profesional, berkinerja tinggi, sejahtera, dan berfungsi sebagai
perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia; c.
Mendukung
penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif, efisien, dan terbuka, serta
bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme; d.
Mewujudkan
pegawai ASN yang netral dan tidak membedakan masyarakat yang dilayani berdasarkan suku, agama, ras, dan
golongan; e. Menjamin terbentuknya profesi ASN
yang dihormati pegawainya dan masyarakat; f.
Mewujudkan ASN yang dinamis dan berbudaya;
3)
Untuk
tujuan menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN, serta mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu
bangsa, maka menurut pasa 126 ayat (1) Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps
profesi Pegawai ASN Republik Indonesia
4)
Pasal 127 ayat (1) berbunyi bahwa Untuk menjamin efisiensi, efektifitas dan
akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi
ASN. Informasi ASN tersebut memuat seluruh informasi data pegawai ASN. Dari isi
Undang-undang Nomor 5 tentang Aparatur Negara dapat ditarik kesimpulan bahwa
dengan dilaksanakannya merit sistem dalam pengelolaan ASN diharapkan birokrasi
akan lebih profesional dan lebih netral karena birokrasi dijalankan oleh
personel-personel yang sesuai dengan keahlian dan memiliki kompetensi yang
tinggi karena memang direkrut dengan cara-cara yang profesional dan pelaksanaan
manjemen ASN tersebut juga diawasi oleh
sebuah kelembagaan yang bernama KASN.
·
Peluang
Bagi Non PNS untuk Menduduki Jabatan ASN Undang-undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara membuka peluang kepada non-pns untuk
menduduki posisi strategis di pemerintahan. Posisi yang dimaksud adalah untuk
jabatan eselon II bahkan eselon I. Namun, tidak semua jabatan bereselon I dan
II bisa diserahkan kepada non PNS, khususnya untuk instansi pemerintan yang
telah menerapkan sistem merit dalam pembinaan pegawai ASN dengan persetujuan KASN, seperti yang dijelaskan dalam pasal 111. Tantanganya
adalah, dalam Undang-undang Nomo5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
tidak menyebutkan batasan atau prasyarat seorang non-pns yang ingin mencalonkan
diri untuk menduduki posisi jabatan pimpinan tertinggi. Hal yang dikhawatirkan
dengan masih tingginya intervensi politik pada ranah birokrasi di Indonesia,
bagaimana sistem manajemen ASN ini dapat mengatur bahwa pengisian posisi
strategis tersebut tidak mengandung unsur politik didalamnya. Misalnya dengan
memberikan batasan berupa calon yang berasal dari non-pns tidak boleh menjadi
kader partai politik selama lima tahun sebelum melamar pada posisi jabatan
tinggi negara dan manajemen kinerja yang jelas dan tegas bagi pemangku jabatan tinggi non-pns yang tidak berkinerja dengan baik.
Kepemimpinan
Birokrasi Nasional di Setiap Jenjang Jabatan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN Pasal 131 menyebutkan bahwa pada saat Undang-Undang ASN ini mulai
berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan: 1)
Jabatan
eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara dengan jabatan
pimpinan tinggi utama; 2)
Jabatan
eselon Ia dan Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya; 3)
Jabatan
eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama; 4)
Jabatan
eselon III setara dengan jabatan administrator; 5)
Jabatan
eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan 6)
Jabatan
eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.
Dengan
berlakunya Undang-undang ASN maka akan terjadi perombakan atau reformasi
birokrasi di setiap instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengawasan
·
Pengertian
Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi
pokok manajemen yang harus dilaksanakan dalam suatu kerja sama atau organisasi
agar kesinambungan di suatu kegiatan dapat terjaga sehingga sasaran dan tujuan
yang telah ditetapkan dapat tercapai, selain itu pengawasan dilaksanakan untuk
mengetahui adanya penyimpangan dalam suatu pekerjaan.
Untuk memberikan penjelasan tentang
pentingnya pengawasan dalam suatu organisasi, Penulis akan kemukakan beberapa
pengertian pengawasan yang didasarkan pada pendapat para ahli.
Siagian mengemukakan pengertian
pengawasan sebagai berikut: “Pengawasan ialah proses pengamatan dari pada
pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua
pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya”. (Siagian, 1994:135).
Sedangkan George R. Terry dalam bukunya
Principles Of Managemen memberikan definisi pengawasan sebagai berikut :
“Pengawasan (controlling) dapat
dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu standar, apa
yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bilamana perlu
melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana,
yaitu selaras dengan standar”. (Hasibuan, 1984:12).
Apabila mengkaji pendapat yang
dikemukakan oleh Siagian, maka terlibat bahwa fungsi pengawasan mempunyai
kaitan yang erat dengan perencanaan, sehingga pengawasan ini ditujukan untuk
mengamati kegiatan atau pelaksanaan pekerjaan yang berjalan, apakah sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kemudian Sarwoto mengemukakan bahwa
“pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atas hasil yang dikehendaki”.
(Sarwoto, 1994:94).
Mc. Farland dalam bukunya Management
Principles and Practises mengemukakan arti pengawasan sebagai berikut :
“Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil
pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana,
perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan”. (Handayaningrat,
1996;143).
Dari beberapa pengertian pengawasan
tersebut, dapat dikemukakan bahwa pengawasan adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh pimpinan/manager untuk mengetahui bahwa pelaksanaan/hasil kerja
sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya, sehingga apabila terjadi
penyimpangan-penyimpangan akan ditanggulangi. Pengawasan juga dimaksudkan untuk
mengetahui dan menunjukkan kelemahan-kelemahan yang ada, agar dapat diperbaiki
dan mencegah terulangnya kelemahan-kelemahan tersebut.
·
Jenis-Jenis
Pengawasan
Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:
1)
Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan
intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam
lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan dalam bentuk ini
dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat
(built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat
jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah
yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian
Dalam Negeri.
Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.
2) Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan
terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat
mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan
pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan
keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi
lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat
berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih
bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga
penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.
Pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.
3) Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan
di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh
(pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap
surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan
pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil
menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah
telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti
kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil
mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap
pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut
diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”
4)
Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan
kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.” Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan.
B. Pengendalian
v
Pengertian
Pengendalian
Pengendalian adalah suatu proses
pemantauan prestasi dan pengambilan tindakan untuk menjamin hasil yang
diharapkan. Sedangkan Proses Pengendalian manajemen adalah proses dimana
manajer pada seluruh tingkatan memastikan bahwa orang-orang yang mereka awasi mengimplementasikan
strategi yang di maksud.
Proses pengendalian bertujuan megukur kemajuan kearah tujuan dan memungkinkan manajer mendeteksi penyimpangan dari perencanaan tepat pada waktunya untuk mengambil tindakan perbaikan.
v Langkah-Langkah Dalam Proses Pengendalian
Definisi Mockler membagi pengendalian dalam empat
langkah:
1. Penetapan
standar dan metode untuk pengukuran prestasi
Langkah ini mencakup standart dan ukuran untuk segala
hal
2. Pengukuran
Prestasi
Langkah ini merupakan proses yang berkesinambungan,
berulang-ulang dengan frekuensi yang actual tergantung pada jenis aktifitas
yang sedang diukur.
3. Membandingkan
hasil-hasil yang telah diukur dengan target atau standard yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Jika prestasi sesuai dengan standar, manajer dapat
mengasumsikan bahwa” Segala sesuatu telah berjalan secara terkendali, ia tidak
perlu ikut campur secara aktif dalam operasi organisasi
4. Mengambil
tindakan perbaikan
Ini dilakukan jika prestasi turun di bawah standard
dan analisis menunjukan perlunya diambil tindakan. Tindakan perbaikan ini dapat
berupa mengadakan perubahan terhadap satu atau lebih banyak aktivitas dalam
operasi organisasi. Para manajer hanya memonitor prestasi kerja dan bukan
melakukan pengendalian.
Proses pengendalian harus dilaksanakan oleh manajer
diseluruh organisasi. Karena pentingnya pengendalian keuangan, ada sebagian
orang mengangap bahwa tangungjawab pengendalain ini untuk sebagian besar dapat
diserahkan kepada akuntan atau kontroler. Akan tetapi semua manajer perlu
mengadakan pengendalian, agar pelaksanaan operasinya dapat berhasil.
v Faktor-Faktor Yang Menciptakan Kebutuhan Akan
Pengendalian
Faktor-faktor itu meliputi :
1. Perubahan.
Merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
lingkungan organisasi manapun. Melalui fungsi pengendalian, manajer mendeteksi
perubahan yang mempengaruhi produk atau jasa perusahaan. Ia kemudian dapat
mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman atau memanfaatkan peluang yang
muncul akibat perubahan tersebut.
2. Kerumitan.
Yang menambah sifat komplek organisasi zaman sekarang
ialah desentralisasi. Desentralisasi dapat mempermudah usaha pengendalian
organanisasi, karena operasi organisasi tidak perlu lagi dikontrol oleh kantor
pusatnya.
3. Kesalahan.
Tidak dapat dipungkiri sebagai manusia anggota
organisasi juga dapat membuat kesalahan, dengan system pengendalian
memungkinkan manajer untuk mendeteksi kesalahan-kesalahan sebelum menjadi
gawat.
4. Delegasi.
Hal ini merupakan salah satu cara manajer untuk
menentukan apakah bawahanya melaksanakan tugas yang didelegasikan kepadanya
dengan menerapkan system pengendalian.
v Elemen-Elemen Sistem Pengendalian
Eleman-elemen System Pengendalian :
1. Pelacak ( Detector) atau sensor,
sebuah perangkat yang mengukur apa yang sebenarnya terjadi dalam proses yang
sedang dikendalikan.
2. Penaksir ( assessor), suatu
perangkat yang menentukan signifikasi dari peristiwa actual dengan
membandingkanya dengan bebrapa standar atau ekspetasi dari yang sebenarnya
terjadi.
3. Effektor, suatu perangkat(yamg
sering disebut feedback) yang mengubah perilaku jika assessor mengindikasikan
kebutuhan yang dipenuhi.
4. Jaringan komunikasi, perangkat
yang meneruskan informasi antara detector dan assessor dan antara assessor dan
effektor.
v Jenis-Jenis Metoda Pengendalian
Metode-metode pengendalian dapat dikelompokan menjadi
:
1. Pengendalian pra-tindakan.
Pengendalian pratindakan memastikan bahwa sebelum
suatu tindakan diambil maka sumber daya manusia, bahan dan keuangan yang
diperlukan telah dianggarkan.
2. Pengendalian Kemudi, atau
Pengendalian Umpan Kedepan.
Pengendalian kemudi dirancang untuk mendeteksi
penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan tertentu dan memungkinkan
tindakan perbaikan diambil sebelum suatu urutan tertentu dirampungkan.
3. Pengendalian Penyaringan
Pengendalian penyaringan merupakan suatu proses dimana
aspek-aspek spesifik dari suatu prosedur harus disetujui atau syarat tertentu
harus dipenuhi sebelum kegiatan dapat dilanjutkan. Pengendalian penyaringan
menjadi sangat berguna sebagai alat pengecekan ulang.
4. Pengendalian Purna Tindakan
Pengendalian purna tindakan mengukur hasil-hasil dari
suatu tindakan yang telah dirampungkan.
v Karakteristik Sistem Pengendalian Yang
Efektif
System-sistem pengendalian yang dapat dihandalkan dan
yang efektif mempunyai karakteristik tertentu yang sama. Arti penting relative
dari karakteristik tersebut akan berbeda-beda menurut keadaan masing-masing,
tetapi sebagian besar system pengendalian diperkuat oleh kehadiranya.
1. Akurat, informasi tentang hasil
prestasi harus akurat.
2. Tepat waktu. Informasi harus
dikumpulkan, diarahkan dan segera dievaluasi jika hendak diambil tindakan tepat
pada waktunya untuk menghasilkan perbaikan Obyektif dan Konprehensif,
3. informasi dalam system
pengendalian harus dapat dipahami dan dianggap onyektif oleh individu yang
mengunakanya.
4. Dipusatkan pada tempat-tempat
pengendalian strategic. Sistem pengendalian sebaiknya dipusatkan pada bidang-bidang
yang paling banyak akan terjadi penyimpangan dari standar atau yang akan
menimbulkan kerugian paling besar. Dari segi ekonomi realistis, biaya untuk
mengimpletasi system pengendalianya sebaiknya lebih sedikit atau maksimal sama
dengan keuntungan yang diperoleh dari system itu.
5. Realistis dari segi organisasi
6. Dikoordinasikan dengan arus
pekerjaan organisasi.
7. Luwes. Sistem pengendalian harus
mengandung sifat luwes, sehingga organisasi tersebut dapat segera bertindak
untuk mengatasi perubahan-perubahan yang merugikan atau menfaatkan
peluang-peluang baru.
8. Persepektif dan Operasional.
Sitem pengendaliaan yang efektif dapat mengidentifikasi, setelah terjadi
penyimpangan dari standar, tindakan perbaikan yang perlu diambil.
9. Diterima oleh para anggota
organisasi. Pengendalian harus berkaitan dengan tujuan yang berarti dan dapat
diterima. Agar
pengendalian bisa berlangsung seperti yang diinginkan, Newman menganjurkan bahwah,standar itu juga harus diterima oleh para anggota organisasi
sebagai bagian integral dan adil dari pekerjaan
mereka.
C. Perbandingan antara Pengawasan dan Pengendalian
Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya
adalah “awas”, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut controlling yang
diterjemahkan dengan istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga istilah controlling
lebih luas artinya daripada pengawasan. Akan tetapi dikalangan ahli atau
sarjana telah disamakan pengertian “controlling” ini dengan pengawasan.
Jadi pengawasan adalah termasuk pengendalian. Pengendalian berasal dari kata
“kendali”, sehingga pengendalian mengandung arti mengarahkan, memperbaiki,
kegiatan, yang salah arah dan meluruskannya menuju arah yang benar. Akan tetapi
ada juga yang tidak setuju akan disamakannya istilah controlling ini
dengan pengawasan, karena controlling pengertiannya lebih luas daripada
pengawasan dimana dikatakan bahwa pengawasan adalah hanya kegiatan mengawasi
saja atau hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan saja hasil
kegiatan mengawasi tadi, sedangkan controlling adalah disamping
melakukan pengawasan juga melakukan kegiatan pengendalian menggerakkan,
memperbaiki dan meluruskan menuju arah yang benar.
Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang
berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan
rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi
penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang
diperlukan untuk mengatasinya.
No comments:
Post a Comment